Apps4God

Submitted by admin on Fri, 10/16/2015 - 12:00

The Age of Great Distraction

AddThis Sharing Buttons

Share to FacebookShare to TwitterShare to Google+Share to WhatsAppShare to LINEShare to More

Image removed.

Distraksi... Salah satu kata yang cukup sering menghantui seorang mahasiswa yang sedang belajar, mengerjakan paper, atau menyusun skripsinya. Banyak dari kita mungkin memiliki pengalaman ini: satu tab membuka Google untuk mencari bahan paper, tab yang lain facebook.com, tab berikutnya Youtube, dan seterusnya (dan ini terjadi ketika saya sendiri sedang menulis artikel ini). Membuat paper atau skripsi sekitar lima menit. Lalu buka facebook selama 10 menit, dilanjutkan lagi dengan Youtube selama 15 menit bahkan sampai 1 jam. Tak terasa waktu terus berjalan dan ketika kita menengok ke jam dinding, waktu telah menunjukkan pukul 12 malam – yang artinya satu hari sudah lewat.

Kasus berikutnya yang juga mungkin menimpa sebagian besar dari kita adalah ketika membaca Alkitab sendiri di rumah. Baru beberapa ayat, tiba-tiba pikiran kita melayang entah ke mana. Tiba-tiba kita teringat hal lain sampai-sampai lupa sudah baca sampai ayat berapa. Belum lagi ketika tengah-tengah membaca, tiba-tiba Blackberry kita ‘memanggil’ dengan lampu LED merahnya yang bernyala kelap-kelip. Siapa dari kita yang tahan untuk tidak segera melihat Blackberry kita ketika lampu tersebut menyala? Contoh distraksi lain adalah, saya ingat bagaimana dulu ketika masih duduk di bangku SD, setiap hari Minggu pagi ditayangkan film kartun Doraemon di RCTI. Tentu saja ini adalah distraksi besar-besaran bagi seorang anak sekolah minggu. Akhirnya kartun Doraemon itu mengalihkan perhatian saya dan saya lupa pergi ke gereja – ketika ibu saya memanggil untuk berangkat ke gereja, saya berbohong bahwa saya sedang sakit perut.

Distraksi: Akar Kata dan Definisi Menurut Alkitab

Hidup kita penuh dengan distraksi yang membuat kita beralih dari apa yang seharusnya kita kerjakan. Harus diakui bahwa kita sebagai manusia berdosa pada naturnya sangat mudah terdistraksi dan beralih fokus. Bila kita tinjau dari segi definisi, kata “to distract” itu sendiri berarti “untuk mengalihkan perhatian”. Menurut Online Etymology Dictionary[1], kata distract berarti “to draw asunder or apart, to turn aside”, yang berasal dari kata Latin “distractus”. Kata distractus merupakan bentuk past participle dari kata “distrahere” yang artinya “to draw in different directions”: menarik ke arah yang lain (dis = away + trahere = to draw). Maka berdasarkan definisi ini, kata distraction atau distraksi adalah hal/benda yang dapat mengubah/menarik/mengalihkan pikiran atau perhatian kita ke arah yang lain. Distraksi merupakan segala sesuatu yang menghalangi seseorang untuk memberikan atensi penuh kepada sesuatu atau seseorang seperti yang seharusnya. Dalam hidup orang Kristen, distraksi memiliki makna yaitu segala sesuatu yang mengalihkan perhatian dan hasrat orang-orang Kristen untuk jauh dari Tuhan dan rencana-Nya dalam hidup mereka.

Dalam Alkitab, sejauh yang saya temukan, hanya ada satu kali secara literal tercantum kata “distraction” dan juga satu kali kata “distracted”. Kata “distraction” ditemukan di 1 Korintus 7:35 (NJKV):

“And I say for your own profit, not that I may put a leash on you, but for what is proper, and that you may serve the Lord without distraction.”

Ayat ini ada di dalam perikop yang membicarakan tentang pernikahan. Pada ayat sebelumnya Paulus berbicara tentang bagaimana orang yang sudah menikah sering kali akhirnya terdistraksi. Distraksi yang dimaksudkan Paulus adalah ketika seorang suami tidak lagi fokus melayani Allah dan akhirnya hanya melayani istrinya, begitu pula sebaliknya. Paulus pun menyatakan bahwa orang yang hidup selibat atau tidak menikah akan cenderung mendedikasikan hidup sepenuhnya kepada Tuhan. Bukan berarti Paulus tidak setuju dengan pernikahan dan mendukung hidup selibat, hanya saja sering kali mereka yang menikah akhirnya mudah terdistraksi untuk lebih melayani keluarganya ketimbang Tuhan. Oleh karena itulah, Paulus menyatakan di ayat yang ke-35 agar jemaat Korintus – baik itu yang menikah maupun tidak – untuk tetap melayani Tuhan dengan perhatian yang tidak terbagi. (Dalam NIV, kata yang digunakan adalah “undivided devotion to the Lord”).

Selanjutnya, kata “distracted” ditemukan dalam Lukas 10:40, yaitu dalam konteks ketika Yesus mengunjungi rumah Maria dan Martha. Pada ayat ke-39 dikatakan bahwa Maria duduk di bawah kaki Yesus dan mendengarkan pengajaran-Nya. Sedangkan Martha dikatakan pada ayat ke-40: “But Martha was distracted with much serving...” (ESV); “But Martha was distracted by all the preparations that had to be made...” (NIV). Dalam hal ini, Martha telah terdistraksi oleh banyak urusan rumah tangga yang bukannya tidak penting, namun dibandingkan dengan pengajaran Yesus, menjadi kurang penting. Distraksi juga bisa berarti ketika perhatian seseorang beralih dari hal yang esensial ke hal-hal yang kurang esensial, dan hal ini sering kali disebabkan oleh karena kekhawatiran yang tidak perlu.

Kesimpulan dari bagian ini adalah, dalam Alkitab distraksi dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana seseorang seharusnya melayani Tuhan dengan sepenuh hati, namun akhirnya beralih pada hal lain di luar Tuhan. Kita mengetahui dengan jelas bahwa tujuan dan arah hidup kita adalah kepada Tuhan, untuk memuliakan dan menikmati Dia. Namun distraksi dapat mengubah arah tersebut. Kemudian, distraksi juga berarti ketika seseorang yang seharusnya memikirkan hal-hal yang ‘absolut’ – yaitu hal-hal sorgawi dan Kerajaan Allah, kemudian pikirannya beralih pada hal-hal yang lebih ‘relatif’ sehingga menimbulkan kekhawatiran.

Hal ini mengingatkan kita pada perumpamaan tentang seorang penabur, yaitu ketika benih firman itu jatuh di tanah yang penuh dengan semak belukar (Matius 13:22). Dikatakan bahwa benih itu tidak bertumbuh dan berbuah karena kekhawatiran dunia dan tipu muslihat kekayaan yang menghimpit firman tersebut. Distraksi dalam kehidupan orang percaya sesungguhnya adalah hal yang serius – bukan sekadar selingan sesaat – namun dapat membuat kita kehilangan fokus, berubah setia, terbawa arus dunia, jatuh ke dalam dosa, dan akhirnya meninggalkan Tuhan.

Kisah-kisah dari Tokoh Alkitab

Alkitab juga mengisahkan tokoh-tokoh yang dalam perjalanan hidupnya mengalami distraksi. Distraksi ini menghinggapi beberapa tokoh dalam Alkitab dalam bentuk yang berbeda-beda, dan berhubungan dengan titik lemah masing-masing tokoh. Tingkatan distraksi ini pun berbeda-beda, namun distraksi yang “dilanjutkan” akan menghantar ke jurang dosa yang fatal. Di dalam Perjanjian Lama ada beberapa tokoh yang mengalami hal demikian; yang akan dibahas kali ini adalah Simson, Daud, dan Salomo.

Simson: Superman yang “playboy”

Simson merupakan orang pilihan Tuhan yang kisah kelahirannya begitu penuh dengan mujizat, sekilas hampir serupa dengan Yohanes Pembaptis (Hak. 13:1-24), dan ditunjukkan bagaimana Roh Tuhan ada dalam hatinya (Hak. 13:25). Tidak hanya itu, Simson juga dianugerahi Tuhan super-power, layaknya seorang superman (Hak. 14-16). Namun, di samping kekuatan supernya itu, Simson memiliki satu kelemahan: wanita. Dan tidak hanya itu, secara khusus adalah wanita Filistin – sebuah bangsa yang tidak mengenal Allah. Mulai dari Hakim-hakim 14-16 kita menemukan bagaimana Simson telah berhubungan dengan tiga wanita Filistin yang berbeda. Pada Hakim-hakim 14:1, dikatakan bahwa Simson pergi ke Timna dan melihat seorang perempuan Filistin, kemudian langsung ingin menikahinya. Selanjutnya, pada pasal 16 dikatakan juga bagaimana ketika Simson berada di Gaza, ia melihat seorang perempuan sundal dan lalu menghampirinya. Dan terakhir, hubungan Simson dengan wanita Filistin adalah dengan Delila. Memang, setiap hubungan yang terjadi antara Simson dengan wanita Filistin ini “dipakai oleh Tuhan” untuk akhirnya menghancurkan bangsa Filistin itu sendiri. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa Simson begitu mudah terdistraksi oleh wanita dan hal inilah yang membawa dirinya kepada akhir hidup yang tragis – walaupun kita percaya hal ini semua berada dalam kedaulatan Allah.

Daud: dari Dosa kepada Dosa

Tokoh berikutnya adalah Daud. Banyak dari kita pasti sudah dapat menebak apa yang menjadi distraksi bagi Daud: kisah perzinahannya dengan Batsyeba (2 Samuel 11:1-27). Mari kita sekali lagi menelaah kronologi peristiwa perzinahan tersebut. Memang sejak awal Daud berada di tempat dan pada waktu yang salah. Saat itu adalah masa peperangan dan seharusnya Daud sebagai seorang raja pergi berperang. Namun ia malah tetap tinggal di istananya. Tidak ada yang mengetahui dengan persis mengapa Daud tidak pergi berperang, namun diperkirakan karena ia sudah beberapa kali memenangkan pertempuran maka kali ini ia memberikan tugas tersebut kepada bawahannya. Ketika Daud sedang bersantai inilah, distraksi datang. Ketika seseorang tidak melakukan apa yang Tuhan tugaskan untuk dilakukan, maka orang tersebut berada pada posisi strategis untuk digoda oleh setan. Daud ketika itu berjalan-jalan di atas sotoh istananya. Lalu ia melihat Batsyeba sedang mandi. Namun ia tidak hanya melihat, ia menatap dan akhirnya muncul hasrat dari dirinya. Distraksi yang tidak segera dihentikan akan berkembang menjadi godaan dan lebih lanjut lagi menjadi hawa nafsu. Daud dengan sengaja membiarkan dirinya terus memandang Batsyeba dan dengan kesadarannya, ia menginginkan Batsyeba[2]. Setelah itu tentu saja kita mengetahui kelanjutannya. Dosa Daud dimulai dari mata ke hati hingga ke perbuatan, dan terus berkembang layaknya bola salju. Mulai dari perzinahan, kemudian pembunuhan terencana yaitu terhadap Uria, dan kemudian penipuan massal. Mengapa penipuan massal? Karena dengan menikahi Batsyeba, Daud terlihat sebagai pahlawan (pada zaman itu, seorang pria yang menikahi janda dianggap sebagai pahlawan). Dari distraksi, melahirkan dosa, dan dari dosa, akan melahirkan dosa yang lebih besar lagi ketika tidak segera dihentikan. Puji Tuhan, Tuhan masih beranugerah kepada Daud dan akhirnya ia bertobat (2 Sam. 12:13) – namun tetap tidak menutup fakta bahwa Daud harus menanggung berbagai konsekuensi pahit akibat dosanya itu.

Salomo, Istri, dan Kepentingan Politik

Ketika Simson dan Daud terdistraksi oleh wanita murni karena nafsu birahinya, Salomo terdistraksi oleh wanita karena kepentingan politik. Alasan diplomatislah yang mendorong Salomo untuk memiliki banyak sekali istri. Salomo merasa dengan menciptakan ikatan dengan kerajaan-kerajaan lain melalui pernikahan, ia dapat menjamin kedamaian dan kemakmuran bagi Israel[3]. Permasalahannya adalah, Salomo lupa akan hukum mengenai raja dalam Ulangan 17:17 yaitu “Juga janganlah ia mempunyai banyak istri, supaya hatinya jangan menyimpang...”. Prinsipnya adalah, ketika kita mengabaikan firman Tuhan atau hukum-Nya, di situlah kita membiarkan distraksi masuk dengan leluasa. Pada masa tuanya Salomo terdistraksi karena kepercayaan istri-istrinya pada berhala dan mulai melakukan praktek penyembahan berhala. Hidupnya yang bergelimangan harta ternyata tidak membuatnya puas, karena akhirnya ia berkata: “Semuanya sia-sia”.

Demas: Pilih Pelayanan atau Tawaran Dunia?

Beralih pada tokoh di dalam Perjanjian Baru, yaitu Demas. Mungkin sebagian besar dari kita kurang begitu familiar dengan nama Demas. Wajar saja, karena sedikit sekali catatan sejarah hidup Demas yang tercantum di dalam Alkitab. Tetapi walaupun tokoh ini terkesan kurang begitu penting, apa yang Paulus tuliskan mengenai Demas di dalam 2 Timotius 4:10 menarik untuk ditelaah lebih lanjut:

“For Demas hath forsaken me, having loved this present world, and is departed unto Thessalonica...” (KJV)

Pasal 4 dari 2 Timotius ini berjudul “Penuhilah panggilan pelayananmu” yang ditulis di akhir hidup Paulus di penjara. Kemudian muncul ayat yang sangat terkenal mengenai bagaimana Paulus telah mengakhiri pertandingan yang baik, mencapai garis akhir, dan memelihara iman (2 Tim. 4:7). Tiba-tiba setelah itu Paulus menyinggung nama Demas dan bagaimana ia telah “mencintai dunia ini dan meninggalkan aku”. Siapakah Demas ini? Demas pada awalnya adalah orang Kristen yang giat, rekan sekerja Paulus, dan disandingkan dengan nama-nama besar dalam kekristenan yaitu Markus dan Lukas (Kolose 4:10-14). Akan tetapi, pada masa pemenjaraan Paulus yang kedua (mendekati akhir hidup Paulus), dikatakan bahwa hanya Lukaslah yang tinggal bersama dengan Paulus (2 Tim. 4:11a), sedangkan Demas telah pergi meninggalkan pelayanannya. Salah satu alasan mengapa Demas meninggalkan Paulus diduga karena Demas takut untuk menderita dan tidak sanggup jika harus dianiaya seperti Paulus. Akan tetapi, ketakutan ini juga muncul karena penyebab lain yang lebih mendasar: distraksi. Distraksi yang menimpa Demas adalah cinta akan dunia ini. Dalam KJV terlihat lebih jelas, bahwa yang dimaksudkan dengan “dunia ini” adalah “dunia yang sekarang ini” (this present world). Fokus Demas telah berubah, bukan lagi pada dunia yang akan datang, kekekalan, dan pekerjaan Tuhan, namun pada dunia fana yang sekarang ini dan berbagai tawarannya. Lebih jauh lagi, dikatakan pula bahwa “Ia telah berangkat ke Tesalonika”. Tesalonika adalah salah satu kota metropolitan serta pusat perdagangan pada zaman itu. Kita dapat melihat bahwa Demas telah terdistraksi untuk ‘mengumpulkan harta di bumi’ dan akhirnya berubah setia. Kehilangan fokus merupakan hal yang sangat berbahaya bagi seorang pelayan Tuhan.

Teladan dalam Alkitab

Selain tokoh-tokoh yang “gagal” melawan distraksi dalam hidupnya, Alkitab juga menampilkan beberapa tokoh yang berhasil. Tokoh yang dapat dijadikan teladan antara lain adalah Yusuf, Daniel, dan tentu saja Tuhan Yesus sendiri.

Hal yang sering membuat kita mudah terdistraksi adalah ketika kita lengah dan tidak sepenuhnya “aware” dengan hidup kita sendiri. Untuk itu, kita perlu menyadari sepenuhnya bahwa kita hidup di hadapan Allah dan bagi Allah, setiap hari, tiap jam, bahkan tiap detik. Yusuf adalah salah satu tokoh yang betul-betul menyadari hal ini. Maka ketika distraksi datang, ia tidak goyah dan jatuh. Kita mengetahui bagaimana Yusuf digoda oleh istri Potifar untuk tidur dengannya, dan jawaban Yusuf adalah: “Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” (Kej. 39:9b).

Bagaimana dengan Daniel? Daniel benar-benar hidup di lingkungan yang tidak kondusif bagi imannya. Ia diputuskan oleh komunitas orang Yahudi, bahkan identitasnya tercabut dengan adanya penggantian nama (Dan. 1:6). Distraksi datang ketika Daniel dan rekan-rekannya diwajibkan untuk makan hidangan raja. Yang namanya makanan raja, sudah pasti bukan hanya nasi dan tempe atau ikan teri. Kalau saya menjadi Daniel, mungkin saya tidak akan peduli lagi akan segala firman Tuhan dan melahap semua santapan itu. Namun hati dan pikiran Daniel tidak beralih, dikatakan: “Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja...” (Dan. 1:8). Daniel tidak terlena oleh tawaran menggiurkan dari sang raja, dan ia lebih takut kepada Raja dari alam semesta, yaitu Tuhan Allah sendiri yang telah memberikan hukum-hukum-Nya untuk ditaati. Bahkan ketika berada di bangsa orang kafir, Daniel dan rekan-rekannya tidak berubah setia dan tetap teguh mempertahankan hukum-hukum Tuhan tanpa kompromi.

Akhirnya, teladan paling sempurna yang mengalahkan segala bentuk distraksi dalam hidupnya adalah Tuhan Yesus sendiri. Sejak usianya yang masih kecil hingga kematian-Nya, Ia tetap setia menjalankan misi-Nya dalam dunia ini tanpa beralih sedikit pun. Iblis sudah berusaha berkali-kali mengalihkan Yesus untuk tidak naik ke atas kayu salib namun selalu gagal. Contoh paling nyata adalah kisah pencobaan di padang gurun (Mat. 4:1-11, Mrk. 1:12-13, Luk. 4:1-13), di mana Iblis sebanyak tiga kali berusaha mengalihkan Yesus untuk menuruti perkataannya. Hal yang diminta Iblis bukanlah hal yang buruk ataupun untuk berdosa, namun jika Yesus terdistraksi dan mengikuti kata-kata Iblis, tidak akan ada salib. Satu-satunya senjata Yesus untuk menangkis distraksi Iblis adalah firman Tuhan itu sendiri.

Distraksi dalam Konteks Zaman Ini.

Zaman ini adalah zaman yang dipenuhi oleh distraksi dari berbagai sudut. Media massa, gadgets, budaya pop, gaya hidup, dan industri kapitalisme secara keseluruhan senantiasa berusaha mengalihkan perhatian dan hasrat kita pada kesenangan dunia. Mereka juga sangat gencar menciptakan “kebutuhan palsu” sehingga kita berpikir bahwa kita membutuhkan sesuatu padahal tidak. Contoh paling nyata adalah iklan media massa. Sebenarnya, pada dasarnya manusia tidak membutuhkan perawatan anti-aging, mengapa? Karena toh memang manusia akan semakin tua dan mengalami kematian. Namun industri kecantikan yang menunggangi media massa dan iklan menciptakan kebutuhan tersebut. Iklan-iklan di televisi menunjukkan bahwa keriput di wajah adalah hal yang harus dikhawatirkan. Apalagi diiming-imingi dengan janji: “Dijamin, suami akan makin lengket dengan Anda”. Sekarang ini mulai menjamur produk-produk kecantikan pria dan lagi-lagi menciptakan kebutuhan baru: wajah pria pun harus senantiasa mulus dan cerah. Pria pun mulai khawatir akan kelangsungan hidup wajahnya. Akhirnya, para wanita dan sekarang juga pria berlomba-lomba untuk merawat wajahnya (yang toh suatu hari akan rusak) dan tidak memakai waktunya untuk mengerjakan pekerjaan Tuhan.

Gadgets dan teknologi pun juga dengan begitu sering mengalihkan kita. Internet, social media, online atau video games, membuat kita betah duduk berlama-lama di depan layar laptop dan akhirnya tidak membaca Alkitab serta berdoa. Apalagi sekarang ini smartphone dan tablet begitu menjamur dengan ribuan aplikasinya yang dapat diunduh gratis. Dunia senantiasa mendorong kita untuk terus membeli gadget baru, terus update dan harus terus semakin canggih. Lagi-lagi, kebutuhan palsu bekerja di sini: kebutuhan untuk selalu mengikuti perkembangan dunia. Gaya hidup konsumtif telah menjadi distraksi besar-besaran bagi masyarakat zaman ini.

Tempat pun juga dapat menjadi distraksi. Betapa banyak anak remaja hingga orang dewasa yang lebih memilih pergi ke mall, klub malam, atau taman hiburan ketimbang ke gereja? Apalagi jika di mall ada plank besar: “Midnight Sale until 80%”. Tidak peduli besoknya harus ke gereja atau tidak, Sale ini tidak boleh dilewatkan! Pada intinya adalah, setan memakai seluruh kesenangan dan produk-produk dunia ini untuk mengalihkan perhatian kita. Distraksi itu bukan hadir dalam bentuk yang lebih jelek atau tidak enak, justru sebaliknya. Distraksi hadir sering kali dalam bentuk escapism, yaitu membuat kita “escape” sebentar dari kepenatan atau kejenuhan hidup. Industri kapitalisme dan setan melakukan simbiosis mutualisme dan saling berdagang untung di sini: industri kapitalisme terus mendapatkan profit dari orang-orang yang senantiasa berbelanja dan menikmati jasa hiburan, sedangkan setan juga mendapat ‘profit’ karena orang-orang percaya semakin terdistraksi oleh dunia hingga akhirnya melupakan Tuhan.

Kemudian distraksi dapat pula termanifestasi dalam pemikiran dan worldview yang tertanam dalam budaya-budaya pop: lagu, film, tayangan televisi, dan diskursus-diskursus yang beredar dalam dunia maya. Beberapa dari kita mungkin mengenal istilah YOLO: You Only Live Once. Singkatan ini cukup marak dikumandangkan oleh anak-anak muda dalam dunia maya. Maksudnya adalah kita sebagai anak muda harus menikmati hidup semaksimal mungkin, mencoba hal-hal baru sebanyak mungkin, dan menembus segala batas, mengapa? Karena kita cuma hidup satu kali. Pemikiran semacam ini bertentangan dengan apa yang Tuhan nyatakan dalam Alkitab: hidup bukan hanya satu kali, melainkan masih ada hidup setelah kematian dan penghakiman di masa akhir. Lagu-lagu pop yang beredar akhir-akhir ini pun juga menekankan bagaimana kita anak muda harus hidup bersenang-senang dengan tidak perlu peduli apa pun. Misalnya lagu yang berjudul “Young, Wild and Free” yang dipopulerkan oleh Bruno Mars, Wiz Khalifa, dan Snoop Dogg. Berikut ini adalah cuplikan lirik lagunya:

“So what we get drunk? So what we don’t sleep (smoke weed)? We’re just having fun. We don’t care who sees. So what we go out? That’s how its supposed to be. Living young and wild and free...”

Saya sudah mendengar lagu ini dari radio dan televisi, harus diakui lagu ini memang cukup enak didengar. Namun ternyata, kata-katanya sangat kacau. Anak muda sekarang berani menyatakan “Memangnya kenapa saya mabuk? Memangnya kenapa saya tidak tidur dan menghisap ganja? Memangnya kenapa kalau saya terus pergi keluar? Toh memang itu seharusnya hidup anak muda: muda, liar, dan bebas.” Lalu kita mengharapkan anak muda sekarang hidup taat firman Tuhan dan memikirkan penghakiman Tuhan pada masa kedatangan Yesus yang kedua? Kita betul-betul akan ditertawakan oleh dunia. Kita sebagai anak-anak muda yang hidup di zaman ini perlu sangat berhati-hati karena distraksi dapat menyusup ke dalam berbagai bentuk budaya pop, sehingga akhirnya secara tidak sadar kita menerima setiap kekacauan worldview ini sebagai kewajaran, dan akhirnya arah hidup kita perlahan dapat berubah.

Bagaimana Melawan Distraksi?

Memang tidak ada satu jalan keluar yang praktis untuk menghindari distraksi. Satu-satunya jalan terbaik adalah senantiasa minta pertolongan Tuhan agar kita boleh terus “sadar” dan tidak lengah; setiap harinya, setiap jam, bahkan setiap detik kita memerlukan topangan anugerah Tuhan. Tetapi setidaknya dari contoh teladan tokoh-tokoh Alkitab yang sudah dipaparkan, kita melihat pola yang sama di antara mereka. Mereka melawan segala bentuk distraksi dengan firman Tuhan. Alkitab sebagai firman Tuhan yang hidup telah memberikan beberapa ayat yang dapat menguatkan kita untuk tidak terdistraksi dan beralih dari Tuhan.

“Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke mana pun engkau pergi. Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya...” Yosua 1:7-8

“Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan mukamu tetap ke muka. Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.” Amsal 4:25-27

“Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” Lukas 16:13

“Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat.” Lukas 21:34

“Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur. Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus.” Kolose 2:6-8

“Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi.” Kolose 3:2

“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” 2 Timotius 4:7

Jadi, bagaimana kita dapat melawan distraksi? Pertama-tama kita harus terlebih dahulu mengembalikan arah tujuan hidup kita ke arah yang benar, yaitu pada kehidupan God-centered. Pdt. Stephen Tong menyatakan bahwa dosa telah menyebabkan manusia kehilangan arah. Ketika kita sudah mengetahui apa arah tujuan hidup yang benar itu, kita perlu giat meminta belas kasihan Tuhan untuk senantiasa menjaga jalan kita agar tidak menyimpang ke kiri dan ke kanan, dan agar mata kita terus memandang kepada Allah dan pekerjaan-Nya. Berikutnya, salah satu cara untuk menangkal segala bentuk distraksi adalah dengan berfokus pada kekekalan, bukan kesementaraan. Ketika mata kita terus memandang pada kekekalan, segala selingan, distraksi, tawaran, dan kekhawatiran dunia tidak akan membuat kita goyah. Selanjutnya, kita perlu membuka mata lebar-lebar dan selalu aware and alert akan segala bentuk godaan setan. Kita perlu mengenal diri kita sendiri, apa yang menjadi titik lemah kita paling rawan, sehingga kita tidak menjadi lengah ketika distraksi itu datang.

Namun, apakah kita hanya berjuang sendiri? Perjuangan ini seharusnya menjadi concern kita bersama, karena kegagalan satu orang adalah juga kegagalan dari komunitas di mana ia berada. Hendaklah kita dalam satu komunitas gereja senantiasa menjadi reminder bagi saudara seiman kita yang mungkin sedang lemah iman, juga penyemangat bagi mereka yang berjuang untuk melawan kelemahannya. Ada kalanya kita rela menjadi pihak yang diingatkan, dikoreksi, dan disemangati, ketika kita sendiri sedang lemah.

Lebih jauh lagi, distraksi ini bukan hanya menimpa diri kita secara individu, komunitas kita, namun juga Gerakan Reformed Injili secara keseluruhan. Berbagai macam distraksi datang dari luar maupun dari dalam, sehingga membuat banyak goncangan serta pergolakan dalam gerakan ini. Untuk itu, saya akan menutup seluruh tulisan ini dengan kisah Nehemia. Nehemia dipanggil Tuhan untuk kembali ke Yerusalem dan membangun kembali tembok Yerusalem. Namun dikatakan bahwa ada pihak-pihak yang menentang usaha tersebut dan menjadi distraksi bagi pekerjaan ini (Neh. 4:1-3). Akan tetapi Nehemia dan bangsa Israel tidak menghiraukan segala hinaan dan cemoohan yang ditujukan pada mereka:

“Tetapi kami terus membangun tembok sampai setengah tinggi dan sampai ujung-ujungnya bertemu, karena seluruh bangsa bekerja dengan segenap hati.” (Neh. 4:6)

Distraksi boleh saja mengganggu dari dalam maupun dari luar, akan tetapi jika kita sebagai orang-orang yang berada dalam gerakan terus giat bekerja dengan segenap hati, niscaya pekerjaan Tuhan itu akan tergenapi. Oleh karena itu, marilah kita sebagai anak-anak Tuhan terus berjuang untuk berkata tidak terhadap segala bentuk distraksi: mulai dari hal yang paling kecil seperti godaan dari gadgets hingga godaan dosa yang fatal. Biarlah firman Tuhan dan hal-hal sorgawi sajalah yang boleh memenuhi pikiran dan hati kita. Hendaklah kita juga memikirkan saudara seiman sebagai satu tubuh Kristus dan mengingat mereka dalam doa kita. Terakhir, teruslah berdoa bagi Gerakan Reformed Injili yang tak luput dari berbagai tantangan. Biarlah kita sebagai pemuda-pemudi dalam gerakan ini boleh bersatu hati, dengan pengabdian yang tidak terbagi, untuk terus mengerjakan pekerjaan Tuhan bersama-sama. Kiranya nama Tuhan boleh terus dimuliakan melalui diri kita, komunitas kita, gereja kita, dan Gerakan Reformed Injili. Soli Deo Gloria!


Izzaura Abidin
Pemudi GRII Pondok Indah


Endnotes:
[1] http://www.etymonline.com/index.php?term=distract
[2] “David’s Great Sin” (31 Januari 2010). Diunduh dari: http://thedorangroup.com/lessons/DavidsSin.pdf
[3] http://www.torah.org/learning/lifeline/5758/shoftim.html

Sumber: Buletin Pillar Edisi No. 122
Judul: The Age of Great Distraction
Penulis: Izzaura Abidin (Pemudi GRII Pondok Indah)
Tanggal: September 2013
Link: www.buletinpillar.org/artikel/the-age-of-great-distraction