Apps4God

Submitted by admin on Fri, 02/05/2016 - 12:00

Apakah arti menjadi seorang Kristen yang setia di zaman digital dan digerakkan media sosial ini? Saya kira kita perlu menggunakan media sosial untuk mendiskusikan dan mengekspresikan iman kita dalam budaya itu. Namun, ada dampak negatif terkait teknologi yang tidak ada dalam generasi sebelumnya. Generasi terdahulu menghadapi godaan pada zamannya sendiri. Kita pun memiliki godaan kita sendiri dalam masyarakat yang digerakkan oleh komunikasi tanpa tatap muka melalui komputer. Ada bahaya besar, yang sering kali tersembunyi, ketika kita mengungkapkan dan mempraktikkan iman kita dalam ranah media sosial.

3 Bahaya Media Sosial

1. Mendegradasi iman menjadi gerak-isyarat yang tidak berarti.

Apakah arti memberi tanda suka pada halaman "Yesus" di Facebook atau menjadi pengikut akun "Allah" di Twitter? Tidak banyak selain itu saja. Sama seperti kata "cinta" kehilangan banyak maknanya ketika kita mengatakan kita mengasihi (love) Yesus dan menyukai (love) sepatu kesayangan kita. Memberi tanda suka pada halaman "Yesus" di Facebook sama sekali tidak menunjukkan sikap bakti kita ketika Anda juga melakukan hal yang sama untuk makanan camilan kesukaan Anda. Terlalu banyak orang Kristen percaya bahwa mereka adalah pengikut Kristus yang setia dan taat jika mereka me-retweet sebuah ayat Alkitab, atau menantang semua teman Facebook mereka untuk membagikan gambar yang menunjukkan bahwa mereka "tidak malu akan Yesus". Fakta ironis ini entah bagaimana sudah tidak dirasakan lagi oleh banyak orang yang tidak pernah benar-benar berbicara kepada teman-teman mereka tentang Yesus.

2. Membuka hati pada serigala berbulu domba.

Siapa pun bisa membuat halaman Facebook, akun Twitter, atau blog yang mengaku berorientasi pada Kristus. Apakah Anda benar-benar tahu orang-orang di balik akun itu yang memengaruhi Anda secara rohani? Orang-orang ateis dan non-Kristen telah memperolok orang percaya secara daring dan menyamarkan diri mereka untuk mengobarkan perselisihan dan menciptakan keraguan. Dapat bertemu dengan seorang guru atau pendeta secara langsung, atau bahkan mendengar suara mereka, sering kali dapat membantu Anda menilai orang seperti apa mereka itu. Itu tidak bisa dilakukan jika Anda hanya membaca kata-kata di sebuah layar.

3. Menurunkan nilai komunitas Alkitab yang nyata.

Banyak orang menggunakan media sosial sebagai pengganti keterlibatan mereka dalam keanggotaan gereja yang sebenarnya. Mendengarkan khotbah melalui podcast atau memasuki sebuah diskusi yang berpusat pada Kristus secara daring adalah hal-hal yang bagus, tetapi itu bukan gereja yang dimaksud oleh Alkitab. Mereka hanya mendengarkan audio di podcast dan membahas Kristus secara daring. Allah telah menciptakan kita untuk berkumpul dalam sebuah komunitas di mana kita bisa berbagi masalah dan menguatkan satu sama lain dalam kehidupan dan iman. Ia mengutus Anak-Nya untuk membangun gereja sebagai sarana-Nya untuk menjangkau dunia. Ia juga telah mengutus Roh Kudus untuk memberkati orang percaya yang pada gilirannya menggunakan karunia mereka untuk membangun tubuh gereja lokal.

Bergerak Melampaui Layar

Gunakan Facebook, Twitter, dan media sosial untuk mendiskusikan keyakinan Anda. Dan, tentu saja, beri tanda suka kepada Yesus di Facebook. Namun, jangan jadikan aktivitas tersebut esensi dari kehidupan rohani Anda, komitmen Anda kepada-Nya, atau ajaran Alkitab yang Anda bawa. Anda dipanggil untuk mengasihi Kristus dan untuk melakukannya dengan memikul salib dan mengikut Dia. Itu tidak dapat terjadi secara daring saja. Hanya memberi tanda jempol saja tidaklah terlalu berguna. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Facts and Trends
Alamat URL: http://factsandtrends.net/2014/09/10/dangers-of-liking-jesus-on-facebook/#.VrBKk1L-m2x
Judul asli artikel: Dangers of Liking Jesus on Facebook
Penulis artikel: Aaron Earls
Tanggal akses: 2 Februari 2016