Apps4God

Submitted by admin on Tue, 01/12/2016 - 12:00

Perkembangan teknologi berjalan begitu cepat. Dan dampaknya ikut mempengaruhi pola pikir, perilaku dan sikap pada anak-anak masa kini. Demikian Ang Wie Hay, M.Sc., M.Div, pakar IT dan Teologi dari Singapura menjelaskan di hadapan jemaat Ibadah Pasutri GKI Sangkrah Solo. Di acara bertema Pengaruh Sosial Media dalam pembentukan karakter anak ini, saya merasa mendapatkan penyegaran kembali perihal dampak negatif dan hal apa saja yang harus orang tua lakukan menghadapi membanjirnya tawaran-tawaran di dunia maya. Memang seminar semacam ini bukanlah hal yang baru bagi saya, beberapa tahun lalu saya juga pernah mengikuti seminar serupa. Bedanya waktu itu sulung saya masih kanak-kanak, sehingga saya merasa tidak terlalu banyak tantangan yang saya hadapi dengan membludaknya tawaran di internet.

Tapi sekarang, sulung saya sudah bertumbuh menjadi remaja belia yang bisa membuka internet kapan saja dan di mana saja bahkan ketika saya tidak berada di dekatnya. Kekhawatiran ini juga diungkapkan pakar IT yang berasal dari Surabaya itu. Menurut Ang Wie Hay, tugas orang tua untuk masa-masa mendatang semakin berat. Orang tua tidak bisa melakukan pengawasan terus menerus terhadap anak-anaknya. Yang diperlukan orang tua adalah sebuah ketegasan. Tegas untuk berani melarang anak-anaknya tidak membuka situs apapun di internet selama waktu belajar di rumah. Laki-laki yang juga pernah mengenyam pendidikan di negeri Sakura ini menuturkan jika dirinya hanya memberikan waktu pada anak-anaknya untuk membuka internet pada saat malam liburan, seperti hari Sabtu malam dan hari Minggu siang.

Untuk hari-hari biasa, dirinya hanya mengijinkan anak-anak membuka internet untuk keperluan tugas sekolah. Itu pun harus didampingi orang tua. Saya bersyukur karena di rumah, saya juga menerapkan aturan serupa. Meskipun produk-produk laptop, tablet, hp dan perangkat sejenis sudah semakin merebak, namun sangat disayangkan apabila masih ada orang tua yang gaptek. Ang Wie berharap agar orang tua mengenal banyak tipe jejaring sosial yang ditawarkan internet. Hal ini dimaksudkan agar orang tua bisa mengikuti pola pikir anak. Tidak hanya itu, ribuan games yang ada di internet juga perlu diwaspadai orang tua. "Jika orang tua tidak tahu apa pun seputar dunia maya, mereka bisa dikelabui anak-anaknya," ungkap Ang Wie yang hari itu mengenakan kemeja batik.

Benar saja, anak sekarang memang lebih cepat menguasai hal-hal baru yang ada di internet. Jadi orang tua pun harus demikian. Saya bersyukur karena saya bukan termasuk orang tua yang gaptek. Jadi saya bisa cepat tahu perkembangan serta informasi terbaru yang sedang berkembang di dunia maya. Saya bisa menjadi filter bagi anak-anak saya sebelum mereka mengenal sendiri atau mendengar dari orang lain. Bicara soal games tak pernah ada habisnya. Banyak games ditawarkan di internet. Ada yang bernilai positif tapi banyak pula yang bernilai negatif. Karena itu pentingnya orang tua turut campur saat anak membuka aplikasi games.

Sangat disayangkan kalau anak-anak membuka games yang mengandung unsur kekerasan atau pornografi. Membludaknya games di internet tidak bisa dibendung jumlahnya. Semakin banyak games yang ada semakin untung pula orang yang membuat aplikasinya. Sementara apabila orang tua tidak jeli, anak-anak akan terjerumus dalam pergaulan yang salah. Orang tua bisa menyiasati dengan mengarahkan anak-anak pada games bermuatan pendidikan dan rohani. Laki-laki yang saat ini gencar melakukan roadshow ini juga berpesan agar orang tua tidak membiarkan anak mereka menjadi pecandu games. "Generasi sekarang adalah generasi menundukkan kepala. Jalan saja menundukkan kepala karena fokusnya pada HP, mengakses games atau jejaring sosial," tutur Ang Wie Hay disertai tawa para peserta.

Ada hal baru yang saya dapatkan dari Ang Wie Hay. Hal baru ini begitu menarik perhatian saya hingga saya berharap bisa diterapkan di negeri ini. Di Jepang, ada tempat khusus atau pusat rehabilitasi yang diperuntukkan bagi mereka yang kecanduan games. Waowww, benar-benar mengagumkan kepedulian pemerintah Jepang terhadap generasinya. Setiap orang tua ataupun guru yang menemui anak dan anak didiknya yang kecanduan games, diwajibkan untuk mengirimkan mereka ke tempat itu. Tentunya mereka diharapkan bisa pulih kembali. Sebagai orang tua, saya takut jika anak saya menjadi pecandu apa pun, termasuk pecandu games. Tapi saya bersyukur karena anak saya tidak menjadi pecandu. Sesekali memang anak saya membuka aplikasi games, tapi hanya games sepak bola. Itu pun dengan ijin dan pengawasan dari saya atau ayahnya.

Di hadapan puluhan jemaat GKI Sangkrah Solo, Jumat (25/9/15), Ang Wie membeberkan perbedaan anak-anak pada masa kecilnya, dengan anak-anak pada era sekarang. Pada masa kecilnya, orang tua membentengi anak dengan menyuruh mereka tetap tinggal di dalam rumah dengan pagar yang terkunci. Itu dirasa sudah sangat aman. Setidaknya anak tidak mendapatkan pengaruh negatif dari dunia luar, seperti tetangga atau lingkungan sekitar.

Namun masa sekarang, perlakuan seperti itu sudah tidak berlaku lagi. Tidak ada jaminan yang pasti apakah anak akan aman-aman saja saat mereka berdiam diri di dalam rumah. Bahaya justru akan menyerang mereka. Ada televisi dengan parabola yang memancarkan ratusan chanel dari luar negeri ataupun dalam negeri dan ada internet yang dapat di akses di laptop, PC dan HP. Tanpa pengawasan orang tua, anak-anak akan mudah mengakses pengaruh-pengaruh negatif. Salah besar kalau orang tua membiarkan anak sendirian di dalam rumah atau di dalam kamar, sementara di dekatnya ada akses internet yang bisa dibuka dalam hitungan detik. Saya pun sepaham dengan laki-laki yang sering melemparkan senyuman ini.

Libatkan Tuhan dan Komunikasi

Pekerjaan besar ada di pundak saya, sebagai orang tua di generasi sekarang. Google bisa diakses kapan pun dan dimana pun. Bahkan Google bisa memberikan jawaban secepat kilat. Saat anak saya menemui soal yang sulit dalam pelajarannya, saya terkadang tidak bisa memberikan jawaban secara cepat. Bahkan ketika saya berdoa meminta jalan keluar atas masalah yang menimpa saya, Tuhan tidak segera menjawab doa saya. Tapi internet, melalui Google salah satunya, bisa menjawab dalam hitungan detik. Dan banyak orang sudah menggantungkan dirinya pada mbah Google. Di luar negeri, ada orang yang ingin menikah dengan laptopnya, karena melalui laptopnya dia bisa mendapatkan apa pun yang dimintanya, dengan mengakses internet. Lagi-lagi Ang Wie Hay memberikan cerita baru bagi saya dan jemaat lain yang hadir.

Saya bersyukur bisa hadir di acara ini. Banyak informasi baru saya dapatkan dari sini. Dan saya terus diingatkan Tuhan melalui acara ini untuk selalu menjaga komunikasi yang baik dengan anak-anak dan keluarga saya. Saya tidak mau komunikasi verbal saya tergantikan dengan bbm atau chating melalui jejaring sosial lainnya. Saya juga tidak ingin keluarga saya menggantikan posisi saya atau posisi yang lainnya dengan jibo, robot pintar yang bisa diajak bicara, yang diangkat Ang Wie Hay dalam materinya. Memang Tuhan tidak secepat Google dalam memberikan jawaban, tapi Tuhan ada dimana-mana, kapan pun dan untuk siapapun.

Keberadaannya sama seperti Google. Tapi Tuhan selalu memberikan yang terindah dan terbaik untuk saya dan keluarga saya. Demikian Ang Wie memberikan penjelasan. Karena itu Ang Wie berharap agar orang tua, dalam hal pemanfaatan teknologi bisa mengarahkan anak-anaknya untuk kemuliaan Tuhan. "Download aplikasi yang sesuai firman Tuhan, games yang sesuai dengan pendidikan Kristen," lagi-lagi Ang Wie menekankan.

Pesan-pesan Ang Wie Hay membuat saya semakin mantap mendampingi anak-anak saya. Saya tidak ingin kehilangan sosok Kristus dalam anak-anak saya. Karena itu saya ingin generasi mereka tidak menjadikan Google sebagai Tuhan mereka. Google bukan musuh saya, karena saya sepaham dengan Ang Wie Hay, kalau Google bisa menjadi mitra saya dalam mencari informasi beasiswa pendidikan di luar negeri yang terbaik bagi generasi saya. Bahkan menjadi perpustakaan terbuka bagi anak-anak saya agar pengetahuan mereka bertambah tanpa harus merogoh kocek yang banyak.

Diambil dari:
Nama situs: Kompasiana
URL: https://www.kompasiana.com/mamanaya/hadapi-perkembangan-teknologi-orang-tua-harus-tegas_562a60774b7a612f0d97b3db
Penulis artikel: Mamanaya
Tanggal akses: 12 Januari 2016