Pada tanggal 6 Maret 2016, Yayasan Lembaga SABDA diundang untuk memberikan seminar di Jakarta International Christian Fellowship (JICF) dengan tema "The Digital WORD for A Digital World". Pada kesempatan ini, Ibu Yulia Oeniyati (Ketua Yayasan Lembaga SABDA) menyampaikan bahwa Alkitab memanggil setiap orang percaya untuk memberitakan Injil (Matius 28:18-19).
Sebagai pionir pelayanan digital, SABDA melihat bagaimana Allah memakai teknologi untuk menyebarkan Kabar Baik di era digital ini. Pada zaman di mana semua orang sudah terkoneksi secara digital, sudah sepantasnya dan seharusnya pelayanan gereja pun berubah dengan memanfaatkan teknologi. Namun, sayang sekali, banyak gereja di Indonesia yang masih enggan, bahkan menolak memakai teknologi sebagai alat pelayanan. Menurut pakar pemasaran, menjelang tahun 2020, masyarakat akan didominasi oleh generasi "digital native" dan memengaruhi berbagai sektor kehidupan, termasuk dalam hal agama. Hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi pada masa depan: Pertama, generasi muda akan menjadi orang-orang yang tak bergereja karena gereja menjadi tidak lagi relevan dengan anak-anak muda. Atau kedua, terbentuknya suatu pelayanan baru di mana gereja-gereja menjadi lebih dihidupi oleh anak-anak muda yang rindu melayani sesuai dengan zamannya.
Dari respons beberapa peserta, kami menangkap bahwa mereka bukannya tidak mau menjangkau para digital native, melainkan mereka belum melihat urgensi keberadaan generasi digital native yang juga memerlukan Injil bagi zamannya. Kiranya Roh Kudus menggerakkan hati dan langkah setiap peserta untuk mulai mengerjakan ladang misi modern di dunia digital ini. Dengan bahan-bahan digital yang peserta dapatkan dari pelayanan SABDA, mereka sudah bisa mulai melakukan langkah awal untuk menjangkau generasi digital.
Bagaimana pendapat para Sahabat mengenai pelayanan misi untuk generasi digital? Apakah kita perlu mendefinisikan ulang pelayanan kita sesuai dengan kebutuhan zaman digital saat ini? Mari kita berdiskusi!