Apps4God

Submitted by admin on Mon, 11/12/2018 - 12:00

Seperti halnya mengetahui cerita sebenarnya di balik perayaan tahunan Thanksgiving itu penting, penting juga untuk mengetahui cerita Natal yang sebenarnya, dan seperti halnya kita perlu membagikan kebenaran tentang hari Thanksgiving, kita juga perlu membagikan kebenaran tentang hari Natal. Itulah yang ingin saya diskusikan dalam artikel penginjilan digital bulan ini.

Barangkali hanya orang Kristen yang berkomitmen, yang bahkan menyadari bahwa ada dua narasi yang dikenal secara luas tentang cerita Natal. Yang satu adalah narasi alkitabiah, sedangkan yang satunya adalah narasi legendaris tentang Santa Klaus, yang didasarkan secara sangat bebas pada seorang uskup yang tidak banyak dikenal yang dikanonisasi sebagai St. Nicholas. Akan tetapi, narasi tersebut sebagian besar didasarkan pada sebuah puisi yang berjudul ’Twas the Night Before Christmas (yang penulisnya diperdebatkan) yang diterbitkan pada 23 Desember 1823 di Troy Sentinel. Meski hampir semua orang tahu cerita tentang Santa Klaus, jauh lebih sedikit — bahkan terkadang di gereja-gereja Kristen juga — yang tahu tentang cerita alkitabiah kelahiran Yesus Kristus. Di sanalah, kita perlu mengisi celah ketidaktahuan dengan cerita yang sebenarnya tentang kelahiran, kehidupan, pengorbanan, dan kerajaan Yesus sebagaimana yang diajarkan kepada kita dalam Alkitab.

Tidak ada tempat yang lebih baik untuk memulai daripada di gereja. Saya terusik dengan fakta bahwa begitu banyak orang tua yang mengaku Kristen mengajari anak-anak mereka untuk percaya kepada Santa Klaus tanpa memberi mereka pilihan, sementara pada waktu yang sama menolak untuk mengajari mereka untuk percaya kepada Yesus karena mereka ingin supaya anak-anak mereka “memutuskan sendiri” tentang apakah mereka ingin percaya kepada Yesus atau tidak. Ketika anak-anak ini bertumbuh dan mendapati bahwa Santa Klaus adalah narasi bohong, tidak heran jika mereka akan mencurigai bahwa cerita alkitabiah tentang Kristus pun narasi bohong juga. Lagi pula, orang tua yang sama yang mengajari mereka untuk percaya kepada kebohongan tentang Santa Klaus juga mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah yang lahir ke dalam dunia sebagai bayi mungil untuk bertumbuh dewasa dan mati untuk menebus dosa-dosa kita. Luar biasanya, cerita tentang Santa Klaus mendapatkan jauh lebih banyak penekanan pada waktu Natal — bahkan, dalam rumah tangga yang harusnya Kristen — daripada cerita tentang kelahiran Yesus. Jadi, apa yang bisa kita lakukan mengenai kekosongan yang sangat besar dalam pengetahuan akan kebenaran tentang Natal ini? Saya senang Anda bertanya!

Sebagai permulaan, kita bisa memastikan bahwa anak-anak dan cucu-cucu kita mendengar cerita Natal yang sebenarnya dari mulut kita sendiri. Meski orang tua Kristen saya mengajari saya untuk percaya kepada Santa Klaus, saya memilih untuk tidak mengajari anak-anak saya sendiri untuk memercayai hal ini, tetapi — yang mengecewakan saya — beberapa dari keluarga besar saya pernah mengajak mereka untuk berfoto sambil duduk di pangkuan Santa. Biarpun demikian, saya berusaha keras untuk menekankan cerita alkitabiah tentang kelahiran dan kehidupan Yesus kepada mereka seiring mereka bertumbuh. Saya yakin bahwa mereka adalah orang-orang Kristen yang berkomitmen sekarang ini sebagian berkat penekanan tersebut.

Selanjutnya, kita bisa mendesak guru-guru sekolah minggu dan para pemimpin studi Alkitab di gereja kita untuk menekankan pengajaran ini dalam kelas-kelas pendidikan di setiap jenjang usia. Saya benar-benar tertegun selama masa hidup saya sebagai seorang pendeta terhadap kebutaaksaraan alkitabiah di antara anak-anak dan orang dewasa, dan meski saya sudah berusaha melakukan segala yang saya bisa untuk memastikan bahwa ketidaktahuan ini ditangani di gereja-gereja yang saya gembalakan, saya masih merasa bahwa saya nyaris tidak membuat perubahan. Bahkan, saat ini, sambil menulis artikel ini, saya merasa seperti satu-satunya suara yang berseru melawan pengaruh duniawi yang entah membahayakan doktrin kristiani atau benar-benar menggantikannya dengan doktrin yang salah.

Terakhir, kita bisa memperluas upaya penginjilan kita untuk membagikan cerita Natal yang sebenarnya melampaui dinding rumah dan gereja lokal kita untuk mencakup seluruh dunia ketika kita mengunggah sesuatu ke situs-situs media sosial kita dan menulis untuk situs-situs web dan blog kita. Meski tidak ada salahnya mengunggah pernyataan-pernyataan “Yesus adalah Alasan Adanya Natal” dan “Orang bijaksana masih mencari Dia” yang tampaknya sudah usang, mari menjadi lebih mengonfrontasi dan menantang baik orang-orang yang mengaku Kristen maupun orang-orang non-Kristen dengan pernyataan-pernyataan seperti, “Apakah Yesus Juru Selamat dan Raja Anda?” atau “Menurut Anda, siapakah Yesus itu?” Saya yakin bahwa Anda bisa memikirkan beberapa pernyataan menantang milik Anda sendiri untuk diunggah ke Twitter atau Facebook. Mintalah agar Tuhan mengilhami Anda, dan saya yakin bahwa Dia akan melakukannya.

Sambil kita merayakan masa yang kudus ini, mari tetap berfokus pada makna Natal yang sejati — kelahiran Tuhan dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus, untuk tujuan yang jelas untuk mati untuk menebus dosa-dosa kita. Akan tetapi, kita tidak lagi mencari Bayi yang ada di palungan. Sekarang, kita mencari Raja yang akan muncul di awan-awan pada waktu yang telah ditetapkan-Nya. Seperti yang dituliskan oleh Rasul Yohanes di penghujung kitab Wahyu, “Ia yang bersaksi mengenai hal-hal ini berkata, ‘Ya, Aku segera datang.’ Amin! Datanglah, Tuhan Yesus!” (Wahyu 22:20, AYT). Selamat Natal! (t/Odysius)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : MinistryTech
Alamat situs : https://ministrytech.com/software/telling-the-true-story-of-christmas/
Judul asli artikel : Telling the True Story of Christmas
Penulis artikel : Michael White
Tanggal akses : 24 November 2018