Apps4God

Submitted by admin on Mon, 12/05/2016 - 12:00

Siapa pun, bahkan mereka yang tidak dengan serius memberikan perhatian terhadap media sosial pun, mengetahui bahwa kehadiran media sosial sedikit banyak berdampak kepada sifat narsisme itu sendiri. Promosi diri, foto-foto selfie, dan kurangnya akuntabilitas pribadi, semuanya adalah aspek yang menonjol di sekeliling media sosial. Namun, apa yang sering kali tidak disadari oleh orang-orang adalah bahwa media sosial dan kemajuan teknologi yang lebih besar juga membantu orang untuk hidup lebih penuh di dalam Yesus.

Ambillah contoh tantangan ember es ALS (ALS adalah akronim untuk penyakit amyotrophic lateral sclerosis - Red.) yang telah berlangsung selama beberapa minggu terakhir. Konsepnya sederhana: Tantang seseorang untuk menuangkan seember air es di atas kepalanya dan/atau berdonasi ke Asosiasi ALS. Ketika Anda menerima tantangan itu, Anda harus merekam video diri Anda yang menjadi basah kuyup (biasanya dengan menggunakan ponsel) dan kemudian mengunggahnya ke media sosial beserta nama-nama dari beberapa orang berikutnya yang Anda tantang untuk melakukan hal yang sama.

Tantangan ini telah tersebar luas, dan semua orang, mulai dari selebritas sampai dengan anak-anak, telah ikut serta. Begitu banyak yang terlibat sehingga Asosiasi ALS sejauh ini telah menerima donasi yang lebih banyak dibandingkan donasi tahunan mereka biasanya. Tidak hanya itu, kini jutaan orang yang tidak pernah tahu apa-apa tentang amyotrophic lateral sclerosis (sering disebut sebagai penyakit Lou Gehrig) menjadi tahu akan tantangan-tantangan yang dihadapi oleh mereka yang menderita ALS.

Menurut pendapat saya, fenomena media sosial ini juga telah melakukan sesuatu yang belum banyak disadari oleh sebagian besar orang. Bahwa ternyata, media sosial memungkinkan seseorang untuk berkembang secara lebih utuh sebagai manusia. Media sosial dapat melakukannya karena ia menyatukan kita di dalam komunitas untuk memerangi kejahatan, dalam hal ini berupa penyakit. Dan, hal tersebut tidak akan mungkin terjadi, tanpa kemajuan dan manfaat teknologi.

Teknologi memungkinkan manusia untuk menemukan komunitas dengan cara-cara antargenerasi yang baru. Begitu banyak teman saya yang telah menerima tantangan ALS, yang kemudian juga telah merekrut anak-anak untuk menuangkan air es ke atas mereka. Seperti yang dapat Anda bayangkan, hal ini telah memberikan anak-anak kegembiraan yang berarti. Namun, sesuatu yang jauh lebih penting juga telah terjadi; tantangan tersebut telah memberikan teladan terhadap perilaku kemurahan hati dan pengorbanan diri.

Meski banyak orang memang berdonasi dengan murah hati, hal itu tidak selalu terjadi sesering yang mungkin dipikirkan. Bahkan, banyak orang Kristen yang berkomitmen terhadap ajaran Yesus dan yang aktif membaca Kitab Suci masih bergumul untuk memberikan persepuluhan dari pendapatan mereka sesuai mandat Alkitab. Akan tetapi, teknologi memberikan kesempatan kepada orang-orang untuk menjaga satu sama lain tetap bertanggung jawab dengan cara-cara yang penuh kasih untuk lebih bermurah hati. Hal ini nilainya bagi dunia, menurut saya, tidak dapat diremehkan.

Yang lebih penting, bahkan dibanding uang yang dikumpulkan melalui sarana teknologi ini adalah fakta bahwa teknologi membantu menyatukan kemanusiaan melalui usaha memberi hidup yang dibagikan. Orang-orang dari setiap latar belakang yang ada dapat berpartisipasi dalam acara-acara semacam ini. Dengan demikian, mereka mencontohkan seperti apa gambaran dari Kerajaan Allah itu -- sebuah komunitas yang inklusif berdasarkan kasih.

Apakah ada orang-orang yang skeptis dan menentang upaya seperti ini? Tentu saja ada -- tetapi kritiknya bukanlah tentang teknologi. Di antara para kritikus, terdapat beberapa yang cukup menolak keras ide ini dikarenakan mereka berpendapat bahwa penggunaan air yang berlebihan adalah pemborosan. Itu adalah pendapat yang sah mengingat banyaknya wilayah di Amerika Serikat dan dunia saat ini yang sedang mengalami kekeringan.

Akan tetapi, komunitas mereka yang telah melakukan donasi juga menggunakan teknologi untuk menanggapi kritik-kritik tersebut. Mereka menantang orang-orang yang telah menyuarakan keprihatinan agar memberikan alternatif yang lebih baik untuk meningkatkan kesadaran dan mempromosikan ajang pemberian amal. Dan, seperti yang dapat Anda tebak, para kritikus pun telah merespons dengan memberikan usulan-usulan ide perbuatan amal untuk berdonasi dengan menggunakan teknologi.

Semuanya itu terjadi karena manusia telah memilih untuk menggunakan alat-alat kemajuan teknologi untuk kebaikan. Dan, dengan demikian, saya kira manusia telah berhasil maju sedikit lebih dekat untuk memahami maksud Yesus yang berkata, "Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (t/N. Risanti)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Christopher Benek
Alamat URL: http://www.christopherbenek.com/?p=4369
Judul artikel: Technology Is Helping People To Live More Fully In Christ Through Charity
Penulis artikel: Christopher Benek
Tanggal akses: 14 November 2016