Tidak dapat disangkal bahwa ponsel pintar adalah teknologi satu-satunya yang paling formatif pada dekade terakhir. Dengan penemuan peranti-peranti ini, siapa pun bisa mendapatkan musik, buku, dan pengetahuan yang tak terbatas (Internet) ke mana pun mereka pergi dengan ujung jari mereka. Remaja, secara khusus, telah hidup dengan peranti-peranti ini dalam sebagian besar hidup mereka.
Berdasarkan pusat studi "Pew Research Center", 73% remaja memiliki ponsel pintar dan hal itu tidak mengejutkan. Remaja menggunakan ponsel pintar untuk segala hal, mulai dari menonton Netflix sampai menulis tugas sekolah. Dalam beberapa hal, ponsel pintar telah menggantikan komputer tradisional bagi para remaja.
Penggunaan ponsel pintar untuk belajar Alkitab untuk kelompok kaum muda adalah topik yang tidak mudah mendapat kesepakatan -- haruskah remaja diperbolehkan untuk belajar secara daring (online), membuka ayat-ayat Alkitab melalui aplikasi, atau menulis catatan di ponsel mereka? Bagi sebagian orang, kelebihannya mengatasi kekurangannya. Namun, bagi sebagian yang lain, ponsel pintar adalah gangguan bagi pertumbuhan iman.
Masalah yang Bisa Timbul Jika Diperbolehkan Menggunakan Ponsel Pintar
Tentu saja, menggunakan ponsel pintar di lingkungan pendidikan jenis apa pun tetap berbahaya. Secara alamiah, bahaya tersebut adalah setelah orang-orang muda selesai membaca ayat Alkitab atau artikel, mereka akan tergoda untuk memeriksa Facebook atau membalas pesan yang muncul. Salah satu artikel dari Boston Globe [link] juga membicarakan tentang penggunaan peranti-peranti ini dalam kelas, kompleksitas masalah tersebut, dan pendapat-pendapat yang saling berbeda dari para pendidik terhadap penggunaan ponsel pintar.
Pro dan Kontra Penggunaan Ponsel Pintar
Menurut saya, ponsel pintar bisa dipakai dengan efektif, yaitu ketika ponsel membantu murid-murid lebih terlibat untuk bertumbuh dalam iman mereka melebihi cara yang lain. Tentu saja, Anda perlu menimbang pro dan kontra dari penggunaannya.
Pro penggunaan ponsel pintar dalam studi Alkitab:
- Ponsel memampukan mereka mencari pengertian kata-kata dengan lebih mudah.
- Anda bisa menyorot dan menyimpan ayat-ayat.
- Anda bisa mencari kata tertentu di seluruh Alkitab hanya dengan beberapa klik.
- Beberapa murid lebih memilih untuk mencatat secara elektronis.
Kontra penggunaan ponsel pintar dalam studi Alkitab:
- Membaca Alkitab di ponsel bisa menimbulkan gangguan ekstra.
- Beberapa murid lebih memilih salinan cetak.
- Tidak semua murid memiliki ponsel. Karena itu, beberapa mungkin merasa tidak dilibatkan.
Anda juga perlu memperhatikan sikap kaum muda Anda. Beberapa remaja lebih cenderung meletakkan ponsel mereka jika diminta, sementara yang lain akan mencoba untuk mencuri-curi melihat Snapchats saat membaca ayat-ayat Alkitab. Kelompok yang lebih besar mungkin akan mengalami lebih banyak kesulitan mengatur penggunaan ponsel pintar, sementara kelompok-kelompok yang lebih kecil mungkin akan lebih mudah menggunakan ponsel pintar untuk menolong belajar.
Hal ini tidak dimaksudkan untuk merendahkan beberapa kelompok dibanding yang lain -- ini hanyalah perspektif tentang apakah ponsel pintar akan menolong untuk mendidik atau sebaliknya malah mengalihkan perhatian mereka. Setiap kelompok berbeda.
Sungguh, akhirnya kembali kepada apakah Anda, sebagai pemimpin kaum muda atau pendeta, berpendapat bahwa nilai dan potensi ponsel pintar mengalahkan godaan untuk menjadi terganggu atau tidak. Seperti halnya perangkat teknologi apa pun, ada pro dan kontra, dan tentunya akan menjadi gangguan, entah Anda memilih untuk menggunakan ponsel pintar dalam studi-studi Alkitab Anda atau tidak (kaum muda bisa teralihkan perhatiannya karena seekor lalat di tembok atau sebuah lubang di atap).
Hal terpenting adalah untuk menganalisis apakah menggunakan ponsel pintar akan menolong kaum muda terlibat dengan Alkitab secara lebih penuh dan menolong mereka bertumbuh sebagai orang-orang dewasa Kristen. (t/Odysius)
Diterjemahkan dari:
Nama situs: Concordia Technology Solutions
Alamat situs: https://www.
Judul asli artikel: How to Use Smartphones in Youth Bible Studies
Penulis artikel: Hannah Osborne
Tanggal akses: 22 Mei 2017