Apps4God

Submitted by admin on Thu, 07/21/2022 - 11:57

Kady Rox hampir melewatkan penerbangan pulangnya dari Paris menuju Amerika, tetapi temannya mengirim pesan kepadanya bahwa pesawat sudah mulai menaikkan penumpang, dan dia pun bergegas kembali ke bandara tepat sebelum gerbangnya ditutup. Sambil dengan panik berusaha menuju tempat duduknya, dia melihat dua temannya duduk di barisan depan. Tempat duduknya sendiri lebih ke belakang, di sebelah teman yang berbeda.

Dia tiba di Amerika dengan kelelahan, tetapi ketiga temannya memberitahunya bahwa mereka hendak langsung pergi ke pantai. Kady tidak ikut.

Kemudian, semuanya menjadi aneh.

Dua hari kemudian, Kady duduk di kelas bersama teman-teman yang sama. Namun, mereka mengingat penerbangan pulang mereka dengan sangat berbeda: Mereka semua berkata bahwa dua teman yang Kady lihat duduk di barisan depan itu ketinggalan pesawat. Dan, tidak ada satu pun yang mengingat tentang pergi ke pantai.

Alih-alih menyalahkan rasa lelah yang menyebabkan ingatannya kacau, Kady mengambil kesimpulan radikal: dia berpindah alur waktu. Menurut Kady, kita hidup dalam multisemesta tempat terdapat alur waktu dalam jumlah yang tidak terbatas yang berjalan bersamaan dalam realitas paralel. Dalam alur waktu Kady yang asli, peristiwa-peristiwa berjalan sesuai yang dia ingat. Namun, pada satu titik setelah penerbangan, dia secara tidak sadar memasuki portal ke alur waktu yang berbeda, realitas paralel tempat kedua temannya ketinggalan pesawat.

Setelah Kady membagikan ceritanya di TikTok, ceritanya menjadi viral. Dia terus menjelaskan bagaimana hidupnya berkembang setelah perpindahan itu. Dia menghabiskan sebagian besar waktu kehidupannya dalam alur waktu yang salah, tempat hidupnya kacau dan berantakan. Namun sekarang, dalam alur waktu yang benar, dia menjalani hidup terbaiknya.

Kady bergabung dalam kelompok pemengaruh di TikTok yang terus berkembang, yang menawarkan metode sederhana untuk berpindah alur waktu: mandi. Saat mandi, gunakan air panas untuk membersihkan diri dari berbagai keyakinan yang membatasi Anda, kemudian air dingin untuk memanifestasikan -- melalui pikiran positif -- jalan menuju alur waktu yang benar.

Bagi orang luar, itu terdengar aneh. Namun, bagi orang dalam, itu adalah Injil baru yang menjanjikan transformasi hidup secara total.

Hal itu membuat saya bertanya-tanya: Dari mana jenis baru Pemikiran Baru ini berasal dan mengapa ia begitu menggoda?

Imajinasi Multisemesta Marvel

Para pemengaruh di TikTok tidak menciptakan konsep multisemesta. Konsep itu muncul dari fisika teoretis. Teori multisemesta mendasarkan bahwa semesta kita hanyalah salah satu dari sekian banyak semesta paralel lain. Realitas tidaklah disesuaikan untuk hidup. Hanya saja, semesta kita -- berkat aturan probabilitas -- adalah semesta yang beruntung.

Namun, di sinilah teori menguap dan imajinasi meningkat.

Ada banyak industri rumahan mulai dari acara TV, buku, gim video, dan bahkan film anak-anak yang secara kreatif membayangkan bahwa jika multisemesta itu ada, kemungkinan ada juga kembaran saya dalam jumlah tak terbatas dalam semesta-semesta tersebut.

Kita butuh seseorang dari luar untuk membawa kejelasan bagi identitas kita yang kebingungan, untuk merangsek ke dalam realitas kita yang rusak dan memperbaikinya. Kita butuh Yesus untuk membawa Kerajaan Surga Allah ke bumi (Wahyu 21:2).

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Tidak ada waralaba yang mengambil ide ini secara mainstream melebihi Marvel Cinematic Universe. Dalam serial Loki di Disney+, sang antihero mendapati bahwa dia hanyalah salah satu dari banyak Loki. Sebuah birokrasi teknologi retro yang disebut Time Variance Authority (TVA), atau Otoritas Varian Waktu dalam bahasa Indonesia, memastikan bahwa setiap alur waktu dalam multisemesta berjalan sesuai rencana dengan menghapus "varian" yang, dengan bertindak jujur kepada diri mereka sendiri, secara tidak sengaja melanggar naskah yang sudah dirancang oleh TVA. Loki tidak menyukai birokrat berdaulat yang mengatur dan memutuskan segala sesuatu, jadi dia pun mengacaukan TVA, menciptakan sebuah alur waktu baru tempat dia bisa menjadi versi Loki yang terbaik.

Pada akhir tahun 2021, Spider-Man berayun kembali ke dalam keributan multiversal. Dan, tidak ada yang sepele tentang hal itu: pada hari ketika tiketnya mulai dijual, begitu banyaknya permintaan daring untuk mendapatkan bagian dari multiverse berikutnya itu membuat loket-loket penjualan tiket digital mengalami kegagalan.

Marvel dan Kady Rox menawan kita dengan narasi serupa: realitas ini membuat hidup Anda menyedihkan, dan menerobos masuk ke dalam suatu realitas berbeda adalah satu-satunya hal yang dapat memperbaiki hidup Anda.

Doa Yesus, "Datanglah kerajaan-Mu ... di bumi seperti di surga" (Matius 6:10), menghantui kisah-kisah tersebut. Namun, Disney dan para pemindah alur waktu di TikTok mengubahnya menjadi injil alternatif yang aneh, mengecewakan, berfokus pada "aku", dimungkinkan oleh manusia, dan bersifat pseudoilmiah.

Multisemesta yang Berfokus pada Diri Sendiri

Menurut filsuf Katolik, Charles Taylor, orang-orang pramodern menghabiskan sedikit waktu untuk mengenali diri karena pertanyaan "Siapa aku?" bukanlah sesuatu yang harus diselidiki dalam diri, melainkan di luar diri, dalam semesta pemberian Allah yang memesona dan penuh makna.

Jika Anda adalah biksu, tujuan keberadaan Anda adalah untuk menjadi kudus atas nama komunitas. Jika Anda adalah petani, tujuan hidup Anda adalah bekerja dan memproduksi makanan bagi komunitas Anda. Jika Anda adalah tuan, tujuan Anda adalah menata masyarakat, menyediakan kebutuhan semua orang, dan menegakkan keadilan. Tujuan Anda berasal dari tempat Anda di dalam semesta yang memesona dan mengandung arti ini.

Namun, itu dahulu.

Orang-orang modern hidup di dunia yang mengecewakan, tempat semesta dapat dikerdilkan menjadi hal-hal jasmani yang tidak berarti. Anda tidak menemukan diri Anda dengan melihat ke luar, melainkan dengan melihat ke dalam. Semesta ke-aku-an ini menjanjikan kemerdekaan -- Anda akhirnya bisa mendefinisikan, menyelidiki, dan mengekspresikan diri sendiri -- tetapi semesta demikian hanya menghasilkan kecemasan karena probabilitas kepribadian itu tidak ada batasnya. Tanpa Allah Pencipta yang mendefinisikan saya, bagaimana saya bisa tahu diri saya yang benar? Lalu, bagaimana kalau saya salah pilih?

Seperti supernova yang meledakkan bintang menjadi triliunan partikel samar, dunia yang mengecewakan meledakkan pikiran manusia menjadi nebula alternatif diri yang tak terbatas dan menyebabkan kecemasan. Tidak diperlukan ahli fisika teoretis untuk menggagas tentang multisemesta. Pemikiran modern sudah hidup dalam salah satunya.

Multisemesta Marvel hanya mengenakan kostum CGI pada pribadi modern. Spider-Man dan Loki menghadapi kebingungan eksistensial dari hari-hari kita. Spider-Man harus memilih untuk menjadi Spider-Man yang tepat dari sekian banyak Spider-Man. Loki harus memilih untuk menjadi Loki yang tepat dari sekian banyak versi yang dimungkinkan. Drama dari narasi tersebut berpusat pada kecemasan kita bersama: Bagaimana jika kita salah pilih?

Siapa yang Mendefinisikan Kita?

Namun, kebenarannya adalah bahwa Anda tidak dapat menemukan jawaban dari kecemasan eksistensial Anda dengan melihat ke dalam diri. Kita butuh seseorang dari luar untuk membawa kejelasan bagi identitas kita yang kebingungan, untuk merangsek ke dalam realitas kita yang rusak dan memperbaikinya. Kita butuh Yesus untuk membawa Kerajaan Surga Allah ke bumi (Wahyu 21:2).

Pada masa kini, Allah dengan murah hati menangkap kita ke dalam komunitas (gereja), tempat kita dapat menerima identitas kita dan menemukan tujuan kita secara eksternal (Efesus 2:8-22). Tidak ada tenaga manusia -- baik penemuan diri ataupun ekspresi diri -- yang akan membawa Anda lebih dekat untuk menjadi diri Anda yang sebenarnya (Roma 1:22-23). Hanya Yesus yang dapat mendefinisikan Anda dan membebaskan Anda untuk menjadi pribadi yang sesuai dengan yang sudah dirancangkan bagi Anda (Yohanes 8:31-38). (t/Nikos)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Gospel Coalition
Alamat situs : https://thegospelcoalition.org/article/marvel-multiverse-tiktok-timeline-shifters
Judul asli artikel : Timeline Shifters, and the Kingdom of God
Penulis artikel : Patrick Miller