Apps4God

Submitted by admin on Tue, 02/02/2021 - 12:39

Jika Anda bisa memilih satu jenis orang untuk dihapuskan pada abad pertama, maka itu adalah pemungut pajak. Orang Yahudi, yang benar-benar skeptis terhadap kekuasaan Romawi, memandang pemungut pajak sebagai pengkhianat, orang-orang yang rela berkolusi dengan pemerintah untuk memungut pajak yang berat sembari mengambil komisi yang besar. Pekerjaan mereka busuk, mengambil untung dari kesengsaraan ekonomi rakyat mereka sendiri.

Dalam Kitab-kitab Injil, pemungut pajak — sering disebut sebagai -- pemungut cukai- – sering disamakan dengan orang berdosa yang mencolok sebagai sampah masyarakat.

Jadi, ketika Yesus ingin mengajari murid-murid-Nya pelajaran tentang pertobatan, pengampunan, dan iman yang tulus, pilihan pemungut pajak sebagai pahlawan dianggap aneh, hampir menghina. Dan, pilihan seorang Farisi sebagai kebalikannya bahkan lebih menyinggung.

Akan tetapi, dengarkan cara Lukas menyusun perumpamaan Yesus: "Ia juga menceritakan perumpamaan ini kepada beberapa orang yang menganggap diri mereka benar dan memandang rendah orang lain" (Lukas 18:9).

Siapakah Orang-orang Baik Itu?

Orang Farisi adalah orang-orang baik. Mereka benar-benar muak pada pegawai negeri yang korup yang mengejar sesama warganya atas nama pemerintah dan mengambil untung dengan cara yang tidak jujur. Akan tetapi, dalam perumpamaan ini, siapakah yang paling sadar akan dosanya sendiri? Dia adalah pemungut cukai, yang pergi ke bait Allah dengan kepala menunduk dan berat hati, mengakui dosanya dan memohon belas kasihan Allah.

"Akan tetapi, si pengumpul pajak berdiri agak jauh, bahkan tidak memandang ke langit. Sebaliknya, ia memukul-mukul dadanya sambil berkata, "Ya Allah, berbelas kasihanlah kepadaku, si pendosa ini!" (Lukas 18:13, AYT)

Berbelas kasihanlah kepadaku, si pendosa ini.

Pada saat yang sama, orang Farisi — orang yang dikenal dalam komunitas karena kebajikan dan kebaikannya, yang terlihat mencela keserakahan — adalah yang paling tidak sadar diri dan paling jauh dari belas kasihan. Dengarkan dia dan dengarkan gaungnya pada zaman kita:

"Ya Allah, aku berterima kasih kepada-Mu karena aku tidak seperti orang lain; seperti pemeras, penipu, pezina, atau bahkan seperti pengumpul pajak ini. Aku berpuasa dua kali seminggu; aku memberikan sepersepuluh dari seluruh penghasilanku." (Lukas 18:11-12, AYT)

Saya orang baik. Saya berada di sisi kanan dari semua masalah yang benar. Dan, saya di sini untuk secara terbuka menyatakan ini kepada mereka yang tidak sebaik saya.

Budaya Farisi kita

Dari COVID hingga kerusuhan rasial hingga pemilihan politik yang memecah belah, pada tahun 2020 banyak hal yang menjadikan kita memercayai diri sendiri dan memandang rendah orang lain. Berbagai merk dengan cepat mengingatkan kita bahwa mereka berpihak pada sains, melawan rasisme, dan ingin agar kita memilih. Dan, platform sosial kita seperti bait suci zaman modern di mana, seperti orang Farisi, kita dapat mengklarifikasi berkali-kali dalam sehari bahwa kita tidak seperti pegawai negeri yang berduka cita itu. Bahkan di rumah, kita tidak kebal untuk menampilkan kepercayaan kita pada tanda di halaman.

Bagi orang Kristen, penting untuk membiarkan dunia tahu di mana kita berdiri, menyatakan kebenaran, dan siap untuk "memberi jawaban kepada siapa pun" (1 Ptr. 3:15). Kita tidak perlu ragu menggunakan suara kita untuk membela yang rentan dan melawan ketidakadilan. Akan tetapi, kata-kata kita dapat dengan mudah berubah dari saksi kenabian menjadi tanda kaum Farisi. Pada era di mana telah menjadi ritual budaya untuk menyatakan bahwa kita berada di sisi kanan sejarah dalam setiap masalah, orang Kristen tidak kebal terhadap ini. Kita tergoda untuk menyiarkan kebenaran diri kita sendiri dengan memberi tahu semua orang — di media sosial, di artikel dan blog, bahkan di buku-buku terbitan — bahwa kita tidak seperti orang-orang Kristen lainnya itu.

Pada era di mana telah menjadi ritual budaya untuk menyatakan bahwa kita berada di sisi kanan sejarah dalam setiap masalah, orang Kristen tidak kebal terhadap Farisi-isme.

Perhatikanlah cerita yang terkadang disampaikan situs web gereja kita. "Sebuah gereja Perjanjian Baru" menyiratkan, yah, bahwa jemaat injili lainnya tidak setia pada Perjanjian Baru. -Jenis pengalaman gereja yang berbeda -- menyiratkan bahwa pengalaman di setiap gereja lain di kota tidak terlalu bagus. Atau telitilah daftar buku populer atau op-ed (Opinion editorial - Red,) yang diterbitkan di media sekuler. Seringkali tema kuncinya adalah diferensiasi: Saya berbeda dari orang Kristen yang tidak Anda sukai.

Media sosial mungkin merupakan forum paling umum untuk orang Farisi semacam ini. Di sini kita membahas hal-hal ekstrem yang paling buruk dan dipilih secara tidak wajar dari tradisi dan suku lain agar dunia tahu bahwa kita lebih baik — lebih canggih, lebih alkitabiah, lebih murni. Dan, algoritme mendorong hal ini! Cara untuk menjadi viral adalah dengan memanggil orang lain dengan kata-kata menghasut yang membuat kritik kita membara dan penggemar kita bersorak.

Pelajarilah Kerendahan Hati dari Yesus — dan Paulus

Jadi, bagaimana kita menghindari godaan ini? Mungkin kita perlu meninjau kembali pelajaran Yesus dalam perumpamaan: ingat, Dia menegur orang-orang yang menekankan, tetapi tidak mewujudkan, kesucian dan kemurnian. Apa yang didambakan orang Farisi bukanlah hal yang tidak sah, tetapi mereka gagal untuk mengenali kejatuhan mereka sendiri. Namun, cara pembaruan bukanlah dengan menunjukkan kesalehan di depan umum; itu adalah seruan sederhana untuk belas kasihan dari Allah yang suci.

Melawan godaan (menjadi seperti) orang Farisi berarti melawan budaya.

Paulus memahami ini. Sebagai seorang mantan Farisi, dia menggambarkan dirinya sebagai "orang yang paling berdosa" (1 Tim. 1:15). Ketika dia melihat dirinya sendiri, dia tidak melihat seseorang yang memberikan sepersepuluh dari penghasilannya; dia melihat seseorang yang hatinya condong ke arah dosa seperti pemungut pajak yang memohon belas kasihan. Ini tidak menghalangi Paulus untuk berani mengatakan kebenaran, tetapi hal itu memunculkan kualitas kerendahan hati. Paulus melihat dirinya sebagai orang berdosa yang diampuni yang berbicara dengan orang berdosa lain tentang Dia yang mengampuni dosa.

Dan, kita juga harus begitu. Ada perbedaan besar antara menjawab kekeliruan publik dengan teguran publik dengan cara yang menghormati martabat orang yang tidak kita setujui, dan kesombongan moral yang menolak untuk memercayai saudara atau saudari meskipun ada keraguan. Yang satu menyangkal ajaran palsu dan membangun tubuh Kristus; yang lain menyatakan kebenaran kita di depan kelompok orang yang memuja.

Melawan godaan orang Farisi berarti melawan budaya. Itu berarti menolak membangun reputasi atau platform di belakang orang Kristen lainnya. Kita dapat melakukan ini dengan cara-cara kecil, dengan kontroversi-kontroversi yang kita tidak mau terlibat dalamnya dan dengan kata-kata yang kita gunakan saat kita terlibat. Akan tetapi, yang terpenting, kita melawan pembenaran diri sendiri ketika kita dengan bebas mengakui bahwa dosa-dosa kita sama jahatnya dengan dosa orang-orang yang kita paling tergoda untuk membencinya. (t/Jing-Jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Gospel Coalition
URL : https://www.thegospelcoalition.org/article/resist-pharisee-temptation/
Judul asli artikel : Resist the Pharisee Temptation on Social Media
Penulis artikel : Daniel Darling