Apakah ada ciri eksklusif kepemimpinan Kristen? Salah satu bagian Alkitab yang memaparkan kualifikasi pemimpin Kristen, khususnya para penatua dan diaken gereja, adalah surat Paulus kepada Timotius (1 Timotius 3:1-7) dan Titus (Titus 1:5-16). Ada 24 kualifikasi, di antaranya: bijaksana, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan pemarah, pendamai, bukan hamba uang, tidak serakah, dapat menguasai diri, adil, saleh, tak bercacat, suami dari satu istri, sopan, tidak bercabang lidah, punya nama baik, dan lain-lain. Namun, apakah daftar di atas adalah ciri eksklusif pemimpin Kristen? Ternyata tidak, karena semua kualifikasi tersebut berasal dari filsafat moral Yunani. Paulus menjelaskan pentingnya reputasi dan kesaksian hidup para pemimpin Kristen. Yang menjadi penekanan Paulus adalah sebagai penatua, orang Kristen tidak boleh lebih rendah standar kualitas kepemimpinannya dibandingkan dunia.
Lalu, apa yang menjadi ciri khas eksklusif kepemimpinan Kristen? Rasul Paulus kepada jemaat Korintus (1 Korintus 1:18-2:5) menjelaskan kualifikasi eksklusif orang Kristen (termasuk pemimpin) yang berbeda dengan dunia. Paulus menulis bahwa salib adalah kebodohan bagi manusia. Bahkan, untuk memberitakan berita kebodohan tersebut, Allah memilih "yang bodoh bagi dunia, yang lemah bagi dunia, yang tidak terpandang, dan yang hina bagi dunia, yang tidak berarti bagi dunia" (ay. 27, 28). Yang dimaksud oleh Paulus adalah bahwa kuasa Allah hanya bekerja dalam orang-orang yang mengakui kelemahannya.
Hikmat Allah hanya ditunjukkan dalam kebodohan manusia. Itu sebabnya, pemimpin Kristen yang merasa diri pandai, kuat, dan hebat tidak akan dapat dipakai oleh Allah sebagai alat untuk menyatakan kuasa-Nya. Superioritas dan arogansi pemimpin menghalangi mereka menerima kasih karunia Allah. Bagaimana Allah dapat bekerja dalam dan melalui hidup pemimpin Kristen jika mereka merasa segala bakat, pelatihan, dan statusnya sebagai pemimpin cukup untuk melaksanakan peran dan tugas kepemimpinannya sehingga tidak lagi memerlukan Allah? Oleh karena itu, kualifikasi paling penting yang harus dimiliki oleh pemimpin Kristen adalah kesadaran bahwa tidak ada satu kualifikasi pun yang dia miliki yang dapat dia banggakan di hadapan Allah. Semua kapasitas yang dia miliki berasal dari Allah dan akan diminta pertanggungjawabannya pada hari penghakiman nanti. Kepemimpinan Kristen bukanlah sebuah proses pembesaran diri yang mengandalkan kemampuan sendiri untuk mencapai ambisi pribadi. Kepemimpinan Kristen adalah sebuah proses pelucutan diri yang mengandalkan penyerahan diri secara total kepada Allah untuk mencapai kehendak-Nya dalam dan melalui diri pemimpin.
Menerapkan Ciri Eksklusif Kepemimpinan Kristen
Pertanyaan utama yang harus kita jawab adalah bagaimana relevansi ciri eksklusif kepemimpinan Kristen bagi generasi masa kini? Kesalahan utama dalam kepemimpinan adalah ketika kita tidak mengenal siapa yang kita pimpin dan berasumsi bahwa mereka yang dipimpin sama dengan kita. Saya tidak beranggapan bahwa saya akan mampu menjawabnya secara tuntas dalam artikel ini. Apa yang tertulis hanyalah percikan ide-ide bagaimana menerapkan prinsip kepemimpinan Kristen bagi generasi masa kini, khususnya dalam konteks membangun Indonesia.
Saya akan mempersempit pembahasan ke generasi yang lahir pada rentang tahun 1995 sampai 2010. Generasi ini dikenal dengan Generasi Z atau iGeneration atau Generasi Net. Mereka saat ini duduk di bangku perkuliahan dan menjadi alumni baru yang sudah bekerja. Salah satu ciri mereka adalah mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti menggunakan Snapchat menggunakan ponsel, melakukan browsing, dan mendengarkan musik dengan headset. Sejak kecil, mereka sudah akrab dengan teknologi dan gawai yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka. Generasi Z juga sangat suka dan sering berkomunikasi dengan semua kalangan, khususnya lewat jejaring media sosial. Melalui media ini, mereka jadi lebih bebas berekspresi dengan pendapat dan perasaan mereka secara spontan. Mereka cenderung toleran dengan perbedaan kultur dan sangat peduli dengan lingkungan. Namun, kelemahan mereka adalah mereka cenderung kurang dalam berkomunikasi secara verbal, egosentris, individualis, ingin serba instan, tidak sabaran, dan tidak menghargai proses.
Lalu, bagaimana relevansi ciri eksklusif kepemimpinan Kristen bagi Generasi Z? Sebagai generasi yang sangat melek teknologi, tentulah tidak sulit bagi mereka untuk belajar sesuatu, mendapat pengetahuan, dan menguji kebenaran. Oleh karena itu, dibutuhkan kepemimpinan Kristen yang mau mendengar dan hadir bersama dengan mereka. Generasi Z sangat kritis kepada para pemimpin yang arogan dan merasa diri paling mampu atau tahu. Pola kepemimpinan yang deliberatif (melibatkan, setara, dan tidak mengambil jarak) akan menjadi akses masuk untuk menjangkau generasi ini. Generasi Z juga membutuhkan contoh nyata dalam membangun bangsa. Gerakan volunter yang digerakkan melalui media digital semakin menjamur. Mengajar Generasi Z tidak cukup dengan teori atau doktrin, tetapi dibutuhkan teladan. Para pemimpin kelompok kecil, penilik, dan pengurus kampus akan menghadapi generasi ini. Tidak ada cara lain selain mengandalkan hikmat Tuhan dan bukan berusaha memaksakan pemikiran kita.
Diambil dari: | ||
Nama situs | : | Perkantas Jakarta |
Alamat situs | : | http://perkantasjakarta.org/ciri-eksklusif-kepemimpinan-kristen/ |
Judul artikel | : | Ciri Eksklusif Kepemimpinan Kristen dan Generasi Z |
Penulis artikel | : | Daniel Adipranata |
Tanggal akses | : | 8 April 2019 |