Apps4God

Submitted by admin on Mon, 05/14/2018 - 12:00

Pada zaman digital ini, satu hal yang sepertinya menandai pengujung setiap tahun adalah banyaknya daftar “terbaik” yang beredar di internet. Daftar-daftar ini mencatat segala hal, mulai dari buku-buku terbaik sepanjang tahun, film terbaik, lagu, mobil, pegawai, dan bahkan video viral. Sebagai pengamat budaya, kami mendapati bahwa daftar-daftar ini sangat menarik dan berwawasan luas karena gambar yang mereka sajikan terhadap dunia yang kita hidupi. Dari daftar-daftar tersebut, kita tidak hanya dapat melihat hal-hal apa saja yang menangkap perhatian banyak orang, tetapi juga alasannya. Oleh karena itu, kami sangat tertarik ketika menemukan rekap akhir tahun dari hasil pencarian teratas versi Google.

Google senantiasa ada dalam kehidupan kita. Sebagai mesin pencari, penyedia internet, pengelola iklan, layanan email, dan masih banyak lagi, Google merupakan salah satu raksasa teknologi unggul, yang pengaruhnya dapat dilihat di sebagian besar bidang dalam masyarakat kita. Bagi jutaan orang di seluruh dunia — termasuk kita — raksasa teknologi itu terintegrasi sepenuhnya ke dalam kehidupan kita sehari-hari dalam banyak cara yang bahkan tidak kita sadari, yang tampaknya berfungsi seperti perpanjangan pikiran kita. Dengan menyelidiki tren dan pola-pola yang diperlihatkan dalam pencarian internet selama 2017, Google menemukan hasil yang menarik: sepanjang tahun lalu, dunia menanyakan pertanyaan “bagaimana?” Untuk menyajikan hasil tersebut, Google membuat sebuah video.

Bagaimana?

Pertanyaan kita berkisar mulai dari hal-hal yang lucu hingga yang serius, dan dari yang praktis hingga yang eksistensial. Banyak pertanyaan kita muncul sebagai respons terhadap suatu tragedi. Pada tahun 2017, dunia menyaksikan puluhan bencana alam yang dahsyat. Kita menyaksikan Meksiko mengalami gempa bumi yang menewaskan hampir 400 orang dan melukai ribuan orang; kita juga menyaksikan kebakaran bersejarah yang melanda di sepanjang California; kita juga menyaksikan banyak badai menimbulkan kerusakan yang mengerikan di Texas, Florida, dan Kepulauan Karibia, termasuk Puerto Riko. Bahkan, sekali lagi, kita menyaksikan kengerian yang tidak terungkapkan ketika hampir 100 orang terluka atau terbunuh selama penembakan massal di Las Vegas dan Sutherland Springs. Dalam menanggapi bencana-bencana tersebut dan lainnya, Google mencatat adanya pencurahan belas kasihan yang diungkapkan oleh orang-orang. Selain belas kasihan tersebut, kita juga mengungkapkan rasa takut dan keringkihan kita, dengan menanyakan bagaimana kita bisa melindungi diri untuk tidak mengalami kejadian-kejadian serupa.

Kita juga menanyakan pertanyaan-pertanyaan praktis: bagaimana menjadi orang tua yang baik, bagaimana mencalonkan diri menjadi pejabat publik, bagaimana menyaksikan gerhana matahari. Setiap hal tersebut juga memberitahukan sesuatu kepada kita. Kita melihat bahwa dalam dunia yang terus berubah, beberapa hal tetap sama. Para orang tua masih ingin melakukan hal yang tepat bagi anak-anaknya, memberi mereka cinta, dukungan, dan tuntunan yang mereka butuhkan untuk membuat mereka berhasil di dunia. Catatan pencarian berisi pertanyaan bagaimana cara mencalonkan diri untuk menjadi pejabat atau bagaimana cara membuat papan protes menunjukkan bahwa di tengah tahun yang penuh dengan kekacauan dan keributan politik, banyak orang termotivasi untuk lebih banyak bertindak daripada sekadar berbicara atau berdiam diri. Fakta bahwa jutaan orang berusaha untuk melihat gerhana mengingatkan kita bahwa meski alam dapat mendatangkan malapetaka dengan kekuatan pemusnahnya, ia juga dapat membuat kita takjub dengan keindahannya yang luar biasa.

Beberapa pertanyaan yang kita ajukan bahkan lebih serius. Kita menanyakan tentang ancaman perang nuklir, imigrasi dan pemeliharaan pengungsi, dan bagaimana menjadi wanita yang kuat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dan sejenisnya merupakan pengingat akan kerusakan dunia kita. Sepanjang 2017, dunia telah menyaksikan dengan takut setiap kali Korea Utara menimbulkan ketegangan di Pasifik dengan menguji coba misil balistik antarbenua. Demikian pula, kita telah menyaksikan krisis kemanusiaan di Suriah selama bertahun-tahun, tempat para pengungsi diusir dari rumah mereka akibat perang saudara yang brutal yang terus berlarut-larut, sementara kita juga bergumul tentang perlakuan negara kita sendiri terhadap para imigran. Ketika kita menutup tahun 2017, kita menutup tahun dengan dibayangi gerakan #MeToo, ketika minggu demi minggu, tuduhan-tuduhan baru diajukan untuk mengungkapkan budaya yang hina dan buas yang sudah terlalu lama meresap di dalam begitu banyak lembaga terpenting di negara kita. Seluruh realitas tersebut menunjukkan bahwa kaum perempuan begitu sering tidak menerima pengakuan, martabat, kehormatan sebagaimana layaknya mereka sebagai makhluk yang diciptakan menurut gambar Allah.

Jendela menuju jiwa kita

Mungkin banyak orang terkejut mengetahui perusahaan, seperti Google, menyimpan catatan pencarian internet kita. Kita paham mengapa gagasan tersebut sebenarnya tidak disukai. Dalam banyak cara, riwayat pencarian kita menyediakan jendela menuju jiwa kita. Di dunia tempat begitu banyak hal bersifat artifisial, riwayat pencarian Google kita dapat menunjukkan sesuatu yang nyata. Seperti yang dinyatakan oleh Russel Moore baru-baru ini, “Google tahu siapa kita, terkadang lebih baik dibanding kita mengenal diri kita sendiri.” Dia menambahkan, “Orang tidak suka mengakui hal-hal tertentu mengenai diri mereka sendiri, atau kepada diri mereka sendiri. Namun, mereka dengan sendirinya akan memberi tahu Google.” Ini memang benar. Walaupun kita tidak bisa melakukannya dengan orang lain, kita tidak menyaring atau menutupi pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan kepada Google. Barangkali ini dikarenakan kita merasa aman dalam anonimitas relatif di internet. Namun, bagaimanapun juga, hasil pencarian tersebut memberi tahu kita banyak hal, baik tentang ketakutan maupun keinginan terbesar kita.

Melalui hasil pencarian tersebut, kita dapat melihat beberapa sifat dasar manusia: Manusia itu penakut; karena itu, kita berusaha mengurangi bencana dan menghindari bahaya. Manusia memiliki belas kasihan; karena itu, kita berusaha menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Manusia itu penuh sukacita; karena itu, kita mencari berbagai kesempatan untuk menikmati hidup seutuhnya, dan untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik. Manusia itu menyenangkan; karena itu, kita menanyakan berbagai pertanyaan tentang bagaimana menjadi pahlawan super. Namun, hal terpenting yang diungkapkan oleh tren-tren tersebut adalah bahwa manusia terus mencari jawaban karena kita semua sangat memahami bahwa kita tidak dapat mengendalikan hidup kita atau apa pun di sekitar kita. Kita bukanlah Tuhan.

Jawaban yang dunia butuhkan

Sebagai seorang Kristen, kita harus memiliki jawaban pada beberapa pertanyaan yang diajukan. Kita harus menjadi seorang yang menuntun jalan dalam menanggapi suatu kejadian, mengasihi sesama kita, memperlengkapi orangtua, melindungi wanita, dan masih banyak lagi. Akan tetapi, di atas semuanya itu, kita harus menjadi seseorang yang mampu menunjukkan jawaban atas ketakutan dibalik pertanyaan-pertanyaan tersebut. Di dalam dunia yang penuh bahaya dimulai dari perang nuklir sampai penembakan massal hingga bencana alam, kita harus menjadi pribadi yang merujuk pada Anak Manusia. Yesus adalah satu-satunya pribadi yang memiliki jawaban tersebut. Yesus juga satu-satunya yang berkuasa mengakhiri penderitaan kita dan membawa damai bagi kita.

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Ethics & Religious Liberty Commission
Alamat situs : https://erlc.com/resource-library/3/3145
Judul asli artikel : What Google Knows About Being Human
Penulis artikel : Jason Thacker dan Josh Wester
Tanggal akses : 5 Maret 2018