Apps4God

Submitted by admin on Wed, 01/05/2022 - 15:29

Henry Ford tidak berniat untuk mendirikan gereja mega. Namun, sebelum maraknya kendaraan pribadi, kebanyakan orang Kristen yang hendak pergi ke gereja menghadapi keputusan denominasional sederhana berikut: apakah Anda ingin pergi ke gereja Baptis, Metodis, Presbitarian, Lutheran, atau Katolik di ujung jalan? Dengan kendaraan, tiba-tiba orang Kristen dapat pergi ke gereja mana pun yang memiliki program pelayanan anak terbaik, aktivitas kaum muda, dan ibadah Minggu pagi dengan musik rock and roll -- selama gereja tersebut berjarak 10 hingga 30 menit mengemudi. Kita menjadi konsumer karena kita bisa menjadi konsumer. Memang benar, gereja menarik konsumerisme dalam diri kita dengan menawarkan menu pelayanan yang begitu luas sehingga membuat seorang pelayan di Cheesecake Factory malu.

Ini bukanlah pertama kalinya, dan tidak akan menjadi terakhir kalinya, teknologi mengubah gereja. Namun, seiring kemajuan perubahan teknologi terasa memusingkan dan melelahkan bagi gereja dalam tahun-tahun terakhir, kita hanya melihat ujung dari bongkahan es tersebut. Perubahan yang sebenarnya, yang akan benar-benar mengubah pemandangan mental, spiritual, dan gerejawi kita, akan segera datang, yaitu metaverse.

Apa Itu Metaverse?

Bagi sebagian besar orang, "metaverse" merupakan kata baru, dan kita hanya mendengarnya karena pengumuman dari Mark Zuckerberg baru-baru ini bahwa perusahaan induk Facebook mengganti namanya menjadi Meta. Nama baru tersebut merupakan anggukan terhadap masa depan. Meta memosisikan dirinya sebagai penggerak pertama dari suatu semesta digital baru.

Namun, apakah persisnya metaverse itu? Dalam buku pertamanya, Matthew Ball -- seorang mitra manajemen dalam suatu dana modal ventura yang berinvestasi kuat dalam metaverse -- menulis:

Metaverse merupakan jaringan dunia virtual 3D yang di-render (proses menyatukan objek -- foto, video, audio, teks, dan lain-lain -- agar menjadi gambar/hasil yang realistik - Red.) dalam waktu nyata yang berskala besar dan dapat dioperasikan, yang dapat dialami secara serentak dan terus-menerus oleh pengguna dalam jumlah tak terbatas, dan dengan kontinuitas data, seperti: identitas, sejarah, hak-hak, objek, komunikasi, dan pembayaran.

Metaverse bukanlah sebuah dunia digital. Ia merupakan sebuah dunia digital yang terdiri dari banyak dunia yang melaluinya orang dapat bepergian secara mulus, dengan mempertahankan penampilan mereka dan kepemilikan digital mereka ke mana pun mereka pergi. Dunia-dunia ini tidak hanya ada dalam VR (realitas virtual), tetapi juga merupakan lapisan di atas realitas fisik melalui AR (realitas tertambah).

Metaverse ini masih merupakan zigot, tetapi beberapa contoh mula-mula menawarkan sekilas pandang terhadap masa depan:

  • Alter Ego dari FOX menghadirkan seniman-seniman musik yang melakukan pertunjukan sebagai avatar digital bagi dewan juri acara tersebut. Para kontestan menjelaskan bahwa penampilan fisik atau kecemasan sosial sebelumnya menghambat mereka, tetapi menggunakan avatar memampukan mereka menjadi diri mereka yang sesungguhnya. Dalam metaverse, orang akan memiliki identitas digital yang mungkin akan mereka utamakan melebihi identitas fisik mereka.
  • Pokemon Go dari Niantic memungkinkan pemainnya menggunakan kamera ponsel untuk melihat Pokemon AR dan menangkap mereka. Pada masa depan, orang mungkin akan menggunakan kacamata AR untuk menyimulasikan kantor dan berkumpul dengan teman-teman.
  • Travis Scott mengadakan konser langsung dalam Fortnite, tempat pemain dapat berpartisipasi, berdansa, dan bepergian ke berbagai dunia. Lebih dari 30 juta orang berpartisipasi di dalamnya sehingga menjadikan acara tersebut lebih besar dari pertunjukan paruh waktu Super Bowl (pertandingan final liga Football Amerika - Red.). Nantinya, orang mungkin mengharapkan, atau bahkan lebih menyukai gedung virtual sebagai tempat untuk mengalami acara-acara yang bersifat langsung.
  • Perangkat lunak pengenalan wajah dari Apple menggunakan sinar inframerah untuk menganalisis 30.000 titik pada wajah Anda. Inilah yang memungkinkan Anda membuat animoji dan memoji, yang secara akurat me-render ekspresi wajah Anda dalam waktu nyata. Di metaverse, avatar digital seseorang akan secara mulus merefleksikan ekspresi wajah mereka yang sebenarnya sehingga menciptakan suatu tiruan terhadap kehadiran personal yang autentik.
  • Kontroler PlayStation 5 memiliki teknologi haptik yang revolusioner, yang memungkinkan pengembang permainan untuk menciptakan sensasi fisik yang sangat realistis. Pada masa yang akan datang, sarung tangan haptik akan memberi Anda kemampuan untuk merasakan jabat tangan digital, memegang cangkir digital, atau melakukan tos digital.
  • PlayFab dari Microsoft dan GameLift dari Amazon menggunakan AI untuk menyelenggarakan dan memasangkan pemain yang mencari pengalaman multipemain. Hal ini membuat permainan menjadi menyenangkan karena Anda hanya berkompetisi dengan pemain dengan kemampuan yang setara. Di metaverse, layanan pencocokan mungkin menggunakan uji coba personalitas bertenaga AI untuk menciptakan kelompok pertemanan digital berbasis ketertarikan yang sama.
  • NFT (non-fungible tokens) memungkinkan Anda memiliki potongan diskret suatu properti digital. Di metaverse, orang akan membeli produk dari perancang digital, mengenakannya atau menggunakannya di berbagai platform dalam VR, atau bahkan di dunia nyata melalui AR. Kenakanlah kacamata AR Anda dan seseorang atau suatu objek akan menjadi sepotong suatu seni (atau iklan) yang hidup dan bergerak.
  • Flight Simulator terbaru dari Microsoft mengandung data sebanyak lebih dari 2,5 GB karena Microsoft memetakan dunia nyata dan membangunnya dalam permainan. Permainan tersebut memiliki 2 triliun pohon yang unik dan 1,5 miliar bangunan yang unik. Simulator tersebut menandingi aktivitas dunia nyata, termasuk cuaca (beberapa orang terbang menuju badai untuk memeriksanya). Ini disebut "dunia cermin", dan pada masa depan, orang mungkin akan menggunakan aset digital ini untuk merancang bangunan untuk konstruksi dunia nyata atau hanya untuk digunakan secara digital. Anda dapat membeli suatu properti digital yang hiperrealistis tempat Anda dapat tinggal, berinteraksi, atau pergi menikmati liburan mini.

Tidak satu pun dari contoh-contoh ini yang sendirinya adalah metaverse. Namun, secara kolektif, mereka menguraikan bayi masa depan yang mungkin akan dihasilkan oleh metaverse.

Bagaimana Orang Kristen dapat Mempersiapkan Diri

Apa artinya metaverse bagi gereja dan orang Kristen?

Saat Facebook diluncurkan pada 2004 dan iPhone pada 2007, kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada masa depan. Empat belas tahun kemudian, kita tahu. Dan, gereja baru saja mulai mengejar ketertinggalan. Kita tidak dapat mengejar ketertinggalan satu dekade setelah metaverse membentuk ulang budaya. Kita harus mempersiapkan murid saat ini juga karena mengetahui bahwa metaverse hanya akan mempertajam masalah yang ada saat ini yang diciptakan oleh (percaya atau tidak) internet yang lebih sedikit menginvasi.

Syukurlah, metaverse masih berjarak 5 hingga 10 tahun ke depan. Kita dapat mengantisipasi perubahan yang akan datang dan mempersiapkan murid-murid Yesus untuk hidup sebagai saksi yang setia dalam dunia masa depan tersebut. Berikut ini tiga tema yang perlu mulai kita tekankan pada hari ini supaya kita dapat membentuk murid-murid masa depan yang ulet.

1. Pemberian Identitas dalam Dunia yang Disesuaikan

Jika Anda berpikir bahwa masyarakat bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan seputar identitas saat ini, bersiaplah. Individu akan mampu mengekspresikan diri mereka sendiri sebagaimana pun yang mereka kehendaki melalui avatar yang sepenuhnya dapat disesuaikan di dalam metaverse. Sebagai contoh, dalam presentasi Mark Zuckerberg, seorang teman muncul sebagai robot dalam sebuah ruangan antariksa.

Apa yang akan terjadi saat kita lebih mengidentifikasi diri dengan versi virtual diri kita sendiri daripada dengan diri kita yang nyata? Orang mungkin mulai menyatukan identitas mereka yang merupakan pemberian dari Allah dengan identitas buatan mereka sendiri yang mereka buat dalam metaverse. Perdebatan transhumanisme ada di depan pintu kita. Imago Dei akan berhadapan dengan imago meta.

Di dalam dunia tempat segala aspek identitas kita akan sepenuhnya dapat disesuaikan, merayakan identitas yang diterima -- yang diberikan oleh Allah untuk menjadi manusia penyandang gambar-Nya, yang diciptakan dengan daging dan tulang, laki-laki dan perempuan, bagi pemeliharaan dunia ini -- akan menjadi kontra budaya secara radikal. Namun, hal tersebut juga akan memberi hidup. Kecemasan yang ditimbulkan oleh kreasi diri sudah melumpuhkan kaum Gen Z dan Milenial.

Gereja mungkin akan menjadi tempat terakhir yang menerima Anda sebagaimana Anda diciptakan, bukan sebagaimana Anda diproyeksikan.

2. Kebaikan Ciptaan dalam Dunia yang Terpisah dari Tubuh

Kita akan mulai lebih menghidupi kehidupan kita yang terpisah dari tubuh, entah sebagai avatar dalam ruang-ruang VR atau hologram dengan menggunakan teknologi AR. Keterpisahan yang kita rasakan -- antara tubuh dan lingkungan fisik kita dan kesadaran kita yang diperluas secara virtual -- akan terus bertambah. Akan mudah untuk mulai melihat kemungkinan tak terbatas dari dunia dan tubuh vitual kita sebagai yang lebih baik dan lebih nyata dibandingkan dunia fisik.

Sekularisme mengecewakan dunia, dan merampas maknanya yang transenden dan sakramental. Metaverse menawarkan suatu tiruan transendensi saat ia memenuhi, sebagaimana dikatakan oleh seorang podcaster, "aspirasi manusia jangka panjang untuk masuk ke dalam dunia yang sepenuhnya bersifat imajinasi." Sebagai murid Yesus, kita bersikeras atas kebaikan dunia dan tubuh fisik kita. Tugas Adam yang pertama dan paling mendasar adalah untuk memelihara suatu taman. Yesus memanggil para pengikut-Nya untuk memedulikan orang sakit, mengunjungi yang merasa sendirian, mengangkat yang tertindas, dan memelihara lingkungan. Kita tahu bahwa sebuah dunia virtual yang diciptakan oleh perusahaan publik tidak akan pernah menjadi lebih nyata atau lebih penting daripada dunia yang diciptakan oleh Allah dan disebut "sangat baik".

Pengikut Yesus harus menahan koneksi digital yang bersifat konstan, membentuk komunitas tempat orang secara sengaja memutuskan diri dari realitas virtual untuk dapat hadir bersama-sama dengan sesama; pandanglah mata mereka, peluk mereka, dan secara sederhana beradalah bersama-sama dengan mereka. Ini akan menjadi kontra budaya dalam cara yang terbaik.

3. Pembatasan sebagai Anugerah dalam Dunia yang Tak Terbatas

Metaverse akan memberi kita kesempatan untuk mengalami sekilas pandang terhadap kuasa yang hanya dimiliki oleh Allah. Ketersediaan informasi akan memberi kita sekilas pandang tentang bagaimana rasanya menjadi mahatahu. Kemampuan untuk menciptakan berbagai dunia dan identitas akan memberi kita sekilas pandang tentang bagaimana rasanya menjadi mahakuasa. Penaklukan batasan-batasan geografis akan memampukan kita berada di mana pun yang kita kehendaki kapan pun kita mau, yang mengira-ngirakan bagaimana rasanya menjadi mahahadir. Runtuhnya batasan-batasan ruang dan waktu saat kita mampu pergi ke masa lalu melalui pengalaman VR akan memberi kita sekilas pandang tentang kekekalan. Menara Babel futuristis kita menggoda kita dengan janji-janji ketakterbatasan.

Murid-murid Yesus harus menahan dengan merangkul batasan-batasan yang diberikan oleh Allah. Kita dapat hadir dalam komunitas lokal kita, berfokus pada pertumbuhan inkremental lambat dari sistem dan struktur yang menuntun menuju perkembangan orang (baik secara fisik maupun virtual), dan merangkul ungkapan "saya tidak tahu" yang semakin ketinggalan zaman. Hidup kita dapat memanifestasikan kebenaran bahwa kita tidak dapat berada di segala tempat, dan kita tidak dapat menjadi segala sesuatu, dan bahwa itu merupakan karunia dari Allah.

Kesetiaan di Perbatasan Baru

Meski kita tidak dapat memprediksikan segala cara bagaimana metaverse akan mengubah kita, kita tahu bahwa kesaksian Kristen selalu kontra budaya. Metaverse mungkin menjanjikan kuasa dan pengetahuan yang nyaris ilahi, tetapi seperti halnya semua berhala, itu akan lebih banyak mengambil daripada memberi. Terlepas dari godaannya, metaverse pada akhirnya akan menunjuk melampaui dirinya sendiri ke arah Raja transenden yang firman-Nya membuat realitas nonvirtual menjadi suatu realitas.

Seperti halnya setiap inovasi teknologi, metaverse akan membawa peluang dan ancaman. Namun, jika kita memulai pekerjaan keras untuk menjadikan murid pada hari ini, kita akan mendapati bahwa murid-murid Yesus yang ulet dengan setia memimpin di ujung perbatasan yang baru, bekerja demi perkembangan semua orang -- secara fisik dan virtual -- dengan kerendahan hati yang percaya diri di hadapan perubahan yang bersifat monumental. (t/Odysius)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Gospel Coalition
Alamat situs : https://thegospelcoalition.org/article/prepare-metaverse/
Judul asli artikel : How to Prepare for the Metaverse
Penulis artikel : Ian Harber & Patrick Miller