Apps4God

Submitted by admin on Tue, 11/22/2022 - 10:16

Seberapa sering anak remaja Anda menggunakan media sosial? Platform media sosial apa yang paling populer di kalangan siswa yang Anda layani?

Mungkin banyak, atau mungkin YouTube dan TikTok, menurut survei baru dari Pew Research Center.

Kami tahu mengapa ini penting bagi remaja -- kami dapat melihat bagaimana mereka dimuridkan melalui hubungan mereka dengan media sosial.

Namun, hal ini juga penting bagi kita semua, karena bagaimana remaja menggunakan media sosial sering kali mendorong bagaimana semua orang menggunakan media sosial. Hampir di setiap kelokan dalam kehidupan internet sosial yang muda ini, ada pengaruh dari kaum remaja. Apakah sebuah aplikasi baru akan populer bergantung pada tingkat adopsi di antara pengguna media sosial yang berusia remaja. Jenis konten yang mengarah pada fenomena budaya luring sering dibuat dan dipromosikan oleh pengguna media sosial berusia remaja.

Untuk mengasihi dan memimpin para remaja dalam hidup kita -- entah anak-anak kita, para siswa yang kita layani, atau mereka yang dipercayakan dalam pengasuhan kita -- kita sebaiknya mengetahui cara mereka menggunakan media sosial dan bentuk teknologi lainnya. Mari kita lihat beberapa statistik yang memberikan gambaran lebih jelas tentang bagaimana bentuk-bentuk media ini dapat membentuk remaja.

1. Sebanyak 95% remaja menggunakan YouTube, dan 19% menggunakannya secara 'hampir terus-menerus.'

Walaupun YouTube lebih terasa seperti pengganti TV daripada platform media sosial tradisional (seperti Facebook atau Instagram), kita tidak dapat menyangkal bahwa YouTube juga termasuk ke dalam kategori media sosial.

YouTube juga sangat dominan di berbagai perangkat, terlepas dari usia pengguna, jenis kelamin, ras, status sosial-ekonomi, atau lainnya, menurut data dari Pew. Hampir semua remaja menggunakan YouTube, satu dari lima remaja menggunakannya "hampir secara terus-menerus".

Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa YouTube adalah web paling berpengaruh -- dan, karenanya, paling penting -- di dunia. YouTube digunakan oleh hampir setiap remaja di AS, dan pada penelitian terbaru Pew tentang orang dewasa AS pada tahun 2021, YouTube juga digunakan oleh 81% total orang dewasa. YouTube adalah rajanya media sosial, tetapi bukan hanya itu, YouTube juga merupakan mesin pencari terbesar kedua di dunia yang hanya dapat dilampaui oleh Google, perusahaan saudaranya dalam keluarga Alphabet.

2. Sebanyak 67% remaja menggunakan TikTok, dibandingkan dengan 62% yang menggunakan Instagram dan 59% yang menggunakan Snapchat.

Ini mungkin statistik yang paling mengejutkan dalam keseluruhan penelitian, selain dari statistik yang menunjukkan 95% remaja AS memiliki ponsel pintar (naik dari 73% pada tahun 2014 -- 2015). Tidak seorang pun akan terkejut dengan popularitas TikTok -- saat ini TikTok memengaruhi budaya yang ada lebih dari aplikasi media sosial lainnya -- tetapi Anda mungkin akan terkejut melihat betapa cepatnya TikTok mengambil alih perhatian dua media sosial andalan di kalangan remaja: Instagram dan Snapchat. Ketika Pew melakukan survei ini enam tahun lalu, TikTok bahkan belum dibuat.

Sementara penggunaan Instagram dan Snapchat di kalangan remaja telah melonjak secara signifikan sejak 2014 -- 2015 (masing-masing 10% dan 18%), perlu dicatat bahwa TikTok bisa melampaui kedua platform tersebut dalam hal persentase pengguna.

Tentu saja, ada banyak alasan untuk mengkhawatirkan TikTok, mulai dari algoritme adiktifnya hingga hubungannya dengan pemerintah Tiongkok. Namun daya tariknya tak terbantahkan. Sebagai seseorang yang aplikasi media sosial favoritnya sepanjang masa adalah Vine, saya menemukan TikTok mengisi kekosongan kebutuhan video pendek saat Twitter menutup Vine pada Januari 2017. Yang juga perlu diperhatikan adalah saat Pew melakukan survei terakhir mereka pada remaja dan media sosial pada 2014 -- 2015, Vine hanya menarik minat 24% remaja AS, angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan 67% yang dicapai oleh TikTok.

3. Sebanyak 46% remaja mengatakan mereka menggunakan internet 'hampir terus-menerus.'

Sepertinya para remaja selalu daring. Tentu saja, sebagian dari waktu ini mungkin terkait dengan semacam kewajiban kerja atau sekolah. Namun, penelitian lain menunjukkan bahwa para remaja rata-rata menghabiskan lebih dari tujuh jam sehari di depan layar hiburan; sekitar 60% menghabiskan lebih dari empat jam sehari di media sosial saja.

Karena mereka selalu daring, remaja "selalu ada di lorong," tulis Derek Thompson dalam bukunya Hit Makers. Internet sosial diibaratkan sebagai versi modern dari lorong sekolah dan ruang makan siang -- sebuah panggung yang selalu ada dan tak henti-hentinya menuntut aksi di bawah tekanan sosial yang panas.

Di situ, remaja diperbudak untuk menampilkan aksi mereka. Tidak heran jika para siswa bergumul dengan kecemasan dan depresi dalam jumlah yang lebih besar daripada sebelumnya.

4. Sebanyak 36% remaja mengatakan bahwa mereka menghabiskan 'terlalu banyak' waktu di media sosial.

Sementara 46% remaja mengatakan mereka "hampir terus-menerus" daring, dan 48% lainnya mengatakan bahwa mereka "hanya beberapa kali sehari" hadir di internet, hanya 36% remaja yang mengatakan bahwa mereka menghabiskan "terlalu banyak" waktu di media sosial.

Internet sosial diibaratkan sebagai versi modern dari lorong sekolah dan ruang makan siang -- sebuah panggung yang selalu ada dan tak henti-hentinya menuntut aksi di bawah tekanan sosial yang panas.

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Statistik terkait yang menarik menunjukkan bahwa remaja yang lebih tua (mereka yang berusia 15-17 tahun), lebih cenderung melaporkan bahwa mereka telah menghabiskan terlalu banyak waktu di media sosial daripada remaja yang lebih muda (mereka yang berusia 13-14 tahun). Sebanyak 42% remaja yang lebih tua berpikir bahwa mereka menghabiskan terlalu banyak waktu di media sosial, sementara hanya 28% remaja yang lebih muda berpikiran sama. Sulit untuk mengetahui mengapa hal ini terjadi. Bisa jadi, remaja yang lebih muda memang menghabiskan tidak terlalu banyak waktu di media sosial atau remaja yang lebih tua sudah mulai mengerti seberapa banyak penggunaan media sosial yang dapat dikategorikan "terlalu banyak".

5. Hanya 32% remaja yang menggunakan Facebook, dibandingkan dengan 71% remaja pada tahun 2014 -- 2015.

Ini adalah statistik yang paling tidak mengejutkan bagi saya, tetapi tetap penting. Raksasa Silicon Valley yang motonya "bergerak cepat dan hancurkan barang" telah membuatnya menjadi lebih seperti banteng di toko porselen yang sedang membuat pengguna remajanya berdarah-darah. Tentu saja, Facebook mengetahui hal ini lebih daripada siapa pun. Itu sebabnya mereka membeli Instagram seharga $1 miliar pada tahun 2012 (diperkirakan bernilai $100 miliar pada 2018) dan mengapa mereka mencoba membeli Snapchat seharga $3 miliar pada 2013 (Snapchat menolak tawaran itu dan sekarang bernilai sekitar $17 miliar).

Meta, perusahaan induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp, tahu bahwa mereka sedang kehilangan pengguna muda dari platform andalannya, Facebook. Hal itu sama berisikonya dengan Instagram yang berulang kali mengotak-atik algoritme aplikasinya untuk bersaing dengan TikTok, dengan konsekuensi membuat frustrasi para penggunanya.

Kekuatan Pemuridan

Media sosial mungkin adalah kekuatan pemuridan terbesar di antara para remaja di rumah Anda dan di gereja Anda. Dapat dimengerti bahwa orang tua dan pemimpin gereja merasa kewalahan ketika mereka mempertimbangkan prospek pemuridan dalam persaingan dengan internet yang maha hadir di mana-mana dan kefantastisan karnavalnya. Lalu, apa yang dapat Anda lakukan sebagai orang tua atau pemimpin pelayanan?

Pertama, Anda harus mau mengubah kebiasaan Anda sendiri. Rata-rata pengguna media sosial menghabiskan sekitar dua setengah jam per hari di media sosial -- bukan hanya remaja, tetapi semua orang. Jika Anda dan saya ingin membantu remaja untuk memiliki hubungan yang lebih sehat dengan media sosial, kita harus mau mengevaluasi diri kita sendiri. Riset Pew dengan jelas menunjukkan bahwa media sosial adalah masalah remaja, tetapi hal itu bukan hanya masalah remaja dan pelayanan siswa. Kita juga harus memeriksa kehidupan kita sendiri sebelum kita memberi instruksi kepada para remaja yang dipercayakan kepada kita.

Kedua, Anda tidak mungkin salah dengan menekankan pentingnya menjalani kehidupan nyata yang luring. Terdapat persentase remaja signifikan yang menyadari hubungan mereka yang tidak sehat dengan media sosial, atau setidaknya melihat bagaimana internet memengaruhi teman sebayanya. Cara kita dalam melakukannya juga penting -- merayakan betapa kayanya kehidupan nyata yang luring lebih mungkin akan lebih didengar oleh kalangan remaja daripada menghukum mereka karena menghabiskan begitu banyak waktu daring. Memuridkan remaja yang selalu daring tidak mengharuskan kita untuk memaksa mereka luring, kita hanya harus menunjukkan kepada mereka bahwa kehidupan terbaik adalah jauh dari konten unggahan mereka dan terlepas dari layar gawai mereka.

Akhirnya, kita harus mencontoh apa artinya menjadi gereja yang hidup. Para remaja di rumah atau gereja Anda mungkin belum menjadi orang percaya. Jika kita ingin menunjukkan kepada mereka jalan yang lebih baik -- jalan terbaik -- untuk menemukan komunitas dan makna, maka kita perlu memberi mereka contoh dari gereja yang hidup melalui kehidupan kita dan Tuhan yang kita sembah. Secara praktis, hal ini seperti melibatkan remaja dalam semua aspek kehidupan gereja, mulai dari pembacaan Alkitab secara pribadi hingga pertemuan ibadah gereja lokal hingga kelompok masyarakat dan banyak lagi.

Mencoba memuridkan seorang remaja di era internet bisa terasa seperti mencoba memadamkan api yang mengamuk dengan pistol air. Namun, dengan kasih karunia Tuhan, kita bisa mengandalkan air hidup dan sumur kasih karunia yang tidak pernah kering. (t/Yudo)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : The Gospel Coalition
Alamat situs : https://thegospelcoalition.org/article/stats-teens-social

Download Audio