Untuk beberapa waktu, orang-orang biasa menghasilkan banyak uang di Instagram atau YouTube sebagai influencer. Perusahaan-perusahaan akan membayar orang-orang ini untuk menggunakan otentisitas dan jangkauan platform mereka untuk mempengaruhi calon pelanggan. Perusahaan-perusahaan ini berpikir bahwa jika mereka dapat memasukkan produk mereka ke dalam akun-akun ini, "pengikut" mereka kemungkinan besar juga akan berinvestasi pada produk tersebut.
Naluri terhadap influencer marketing adalah sesuatu yang masuk akal. Baik atau buruk, kita mudah terpengaruh oleh orang-orang di sekitar kita. Keingintahuan kita tergelitik ketika melihat seseorang yang kita kagumi berbicara tentang sampo yang mereka sukai atau menggunakan alat pemanggang barbekyu tertentu.
Menjadi influencer bagi kerajaan Allah
Seperti biasa, Alkitab selalu berada di depan. Alkitab berbicara tentang pentingnya mempengaruhi orang lain, ribuan tahun sebelum perusahaan-perusahaan membayar para tokoh internet untuk mempromosikan mereka. Namun, alih-alih mementingkan penjualan produk, Alkitab ingin kita memahami bahwa orang-orang memperhatikan kita dan akan mengikuti perilaku kita.
Ketika Yesus menyebut para pengikutnya sebagai terang dunia dan garam dunia, Dia sedang berbicara tentang pengaruh mereka. Dengan melihat gereja, orang yang belum percaya dapat lebih memahami seperti apakah Tuhan itu.
Suka atau tidak suka, kita yang mengikut Yesus adalah influencer. Keputusan yang kita buat berdampak pada orang-orang di sekitar kita. Kehidupan yang kita jalani membuat kita menjadi saksi yang lebih kredibel atau membuat orang lain lebih sulit untuk menerima Injil dengan serius.
Itulah sebabnya Paulus memberi tahu Timotius:
Jangan ada orang yang merendahkan kamu karena kamu muda, tetapi jadilah teladan bagi orang-orang percaya dalam perkataan, tingkah laku, kasih, iman, dan kesucian (1 Timotius 4:12, AYT).
Ayat ini merupakan titik tolak yang tepat untuk melihat apa artinya menjadi seorang influencer bagi Yesus.
1. Jadilah teladan dalam perkataan
Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus mendorong mereka untuk menjauhi "perkataan kotor, perkataan bodoh, atau lelucon-lelucon kasar -- yang tidak pantas." Sebagai ganti bahasa yang buruk, ia mendorong untuk mengucap syukur (Efesus 5:4, AYT). Tidaklah cukup hanya dengan mengesampingkan perilaku negatif. Mungkin saja kita tidak pernah mengucapkan satu kata umpatan pun dan masih menggunakan kata-kata yang sinis, kritis, dan berbahaya. Sebaliknya, Paulus ingin mengganti contoh-contoh perkataan yang buruk dengan perkataan yang baik.
Itulah sebabnya ia memberi tahu mereka:
Jangan biarkan perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi hanya perkataan baik yang membangun orang yang membutuhkan sehingga perkataanmu itu memberi berkat bagi mereka yang mendengarnya (Efesus 4:29, AYT).
Jika kita ingin menjadi influencer Kristen, kita harus dikenal sebagai orang yang perkataannya mencerminkan pengharapan dan dorongan yang ada di dalam Kristus.
2. Jadilah teladan dalam tingkah laku
Saat kita mengaku sebagai orang Kristen, orang-orang di sekitar kita mulai memperhatikan perilaku kita. Mereka ingin tahu apakah itu hanya omong kosong atau kita benar-benar serius. Mereka mungkin tidak pernah mengatakan kepada Anda bahwa mereka sedang memperhatikan Anda, tetapi sebenarnya mereka sangat memperhatikan Anda.
Untungnya, ini tidak berarti kita harus sempurna. Namun, maksud kita harus sama dengan Petrus, yang berkata, "..., tetapi kuduslah dalam segala tingkah lakumu, seperti Allah yang memanggilmu adalah kudus" (1 Petrus 1:15, AYT). Ketika kita tersandung, kita mengakui kesalahan kita dan berkomitmen kembali pada kesetiaan.
Ketika ada tekanan, yang dicari orang bukanlah perilaku kita yang tanpa cela, melainkan ketulusan kita. Ketika kita transparan tentang kesalahan kita dan menunjukkan keinginan yang tulus untuk menjadi lebih baik, hal itu berdampak pada orang-orang di sekitar kita.
3. Jadilah teladan dalam kasih
Salah satu ayat yang paling terkenal dalam Perjanjian Baru berasal dari 1 Korintus pasal 13. Bagian dari pasal ini telah dibacakan di ribuan pernikahan saat Paulus mengungkapkan tentang sifat dari kasih kristiani:
Kasih itu bersabar, bermurah hati, kasih itu tidak cemburu, tidak memegahkan diri, dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak pantas, tidak mencari kepentingan diri sendiri, tidak mudah marah, tidak memperhitungkan kesalahan orang lain, tidak bersukacita atas ketidakbenaran, melainkan bersukacita bersama kebenaran. Kasih itu tahan menanggung segala sesuatu, mempercayai segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, dan sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak pernah berakhir (1 Korintus 13:4-8, AYT).
Namun, dalam ayat-ayat yang mendahului daftar sifat-sifat yang menginspirasi ini, Paulus membuat sebuah poin penting:
"Jika aku dapat berkata-kata dalam bahasa-bahasa manusia dan para malaikat, tetapi tidak mempunyai kasih, aku adalah gong yang berbunyi dan canang yang gemerincing. Jika aku mempunyai karunia bernubuat dan mengetahui semua rahasia dan semua pengetahuan, dan jika aku memiliki semua iman untuk memindahkan gunung-gunung, tetapi tidak mempunyai kasih, aku bukanlah apa-apa. Jika aku memberikan semua hartaku kepada orang miskin, dan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada gunanya bagiku."
Pikirkanlah ayat itu sejenak. Jika kita tidak dapat menunjukkan kasih Yesus, tidak ada lagi perkataan atau tindakan kita yang memiliki arti. Kita mungkin memiliki pemahaman yang luar biasa tentang kebenaran Kristen, iman untuk melakukan mukjizat, dan komitmen untuk beramal tanpa pamrih, tetapi jika orang-orang tidak dapat melihat kasih dalam perilaku kita, semua itu tidak ada artinya.
4. Menjadi teladan dalam iman
Dalam definisi terbaik untuk iman dalam Alkitab, penulis kitab Ibrani mengatakan, "Iman adalah dasar atas hal-hal yang kita harapkan, dan bukti dari hal-hal yang tidak kelihatan" (Ibrani 11:1, AYT). Ini adalah penjelasan yang sangat menarik tentang iman.
Sebelum orang dapat menerima apa yang kita katakan tentang iman, orang perlu melihat iman kita dalam tindakan. Hal ini ditunjukkan dengan di mana kita menempatkan keyakinan kita. Ketika kita menghadapi rintangan atau pergumulan, apakah kita hancur berantakan? Atau apakah kepercayaan diri kita ditemukan pada sesuatu yang lebih dalam dan lebih besar?
Menjadi contoh seseorang yang beriman lebih dari sekadar percaya bahwa Allah itu ada. Iman menunjukkan suatu kepastian tentang siapa Allah dan keyakinan bahwa apa pun yang terjadi dalam hidup kita, Allah bekerja untuk mendatangkan kebaikan (Roma 8:28).
5. Jadilah teladan dalam kemurnian
Kepada jemaat di Kolose, Paulus menulis, "Karena itu, matikan sifat apa pun yang berasal dari sifat duniawimu, yaitu percabulan, kecemaran, hawa nafsu, keinginan yang jahat, dan keserakahan, yang adalah penyembahan kepada berhala." (Kolose 3:5, AYT). Ketika kita dibiarkan sendiri, secara alamiah kita akan condong kepada keinginan egois untuk memanjakan diri dalam hal-hal yang dilarang Allah.
Paulus tidak menyarankan kita untuk melepaskan diri dari perilaku-perilaku ini. Dia menyuruh kita untuk mematikannya. Begitu banyak kerusakan yang terjadi pada pengaruh Kristen seseorang ketika perilaku memanjakan diri sendiri dan tidak murni mereka muncul secara diam-diam. Ketika kehidupan yang tidak murni dari orang-orang yang menjunjung tinggi disiplin dan pengendalian diri terungkap, hal itu benar-benar merusak keandalan mereka. Dan, sekali kepercayaan dan kredibilitas itu rusak, sulit untuk mendapatkannya kembali.
Dunia sedang memperhatikan
Yesus meninggalkan para pengikut-Nya dengan sebuah misi yang dikenal sebagai Amanat Agung. Dalam amanat itu, Yesus memerintahkan kita untuk pergi ke seluruh dunia dan menjadikan semua orang murid-Nya, membaptis mereka, dan mengajar mereka untuk mengikuti perintah-Nya. Untuk melakukan hal ini, kita harus membagikan Injil. Tidak ada jalan lain. Kita harus memberi tahu orang-orang tentang siapa Yesus dan apa yang telah Dia lakukan untuk mereka.
Akan tetapi, membagikan Injil membutuhkan lebih dari sekadar menceritakan tentang Yesus kepada orang lain. Kita harus mendemonstrasikan seperti apa kehidupan yang diserahkan kepada Yesus. Kita tidak mencoba untuk berpura-pura bahwa kita sempurna, tetapi kita harus ingat bahwa kita sedang dipamerkan. Dunia melihat kita untuk melihat apakah hal-hal yang kita percayai berdampak pada kehidupan kita. Dan, ketika kita dapat menunjukkannya, kita menjadi influencer yang sejati bagi Yesus. (t/Jing-jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Jesus Film Project |
Alamat situs | : | https://www.jesusfilm.org/blog/influencer-for-jesus/ |
Judul asli artikel | : | 5 Tips to Becoming an Influencer for Jesus |
Penulis artikel | : | Tim Jesus Film Project |