Membuka Alkitab adalah melangkah menuju sebuah dunia tempat penggembalaan domba, pertanian, dan mata bajak adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Pesan Injil dibubuhkan pada gambaran-gambaran semacam itu melalui perumpamaan dan metafora, tetapi tidak menjadi fosil dalam kebudayaan kuno. Justru, perumpamaan kuno Alkitab berperan sebagai pengingat akan betapa abadinya firman Allah. Saya masih menanti hari ketika bangsa-bangsa akan menempa pedang-pedang mereka menjadi mata-mata bajak, dan saya tahu bahwa janji kuno ini tetap, bahkan jika teknologi kuno itu tidak ada lagi.
Pelaksanaan kekuasaan atas bumi mengharuskan kita membangun, mengeksplorasi, menciptakan, dan menemukan. Dengan kata lain, hal itu menuntut adanya teknologi. Seperti halnya sebagian besar hal lainnya, bagaimanapun teknologi dapat digunakan untuk kebaikan atau kejahatan, jadi kita harus selalu berpikir dengan hati-hati tentang tujuan yang untuknya kita menerapkan teknologi. Sejak Menara Babel dibangun, teknologi menjadi sumber dan ungkapan kesombongan manusia. Di sisi lain, Bait Suci Salomo dan Terowongan Hizkia bergantung pada teknologi terbaik pada masa itu. World Wide Web yang sama yang membuka pandangan-pandangan baru bagi penyebaran Injil juga membawa pornografi masuk ke dalam jutaan rumah tangga. Teknologi bisa menjadi kekuatan yang berbahaya atau berkat yang sejati; kuncinya (seperti halnya dengan segala hal lainnya) adalah dengan membawanya ke bawah kekuasaan Yesus Kristus.
Hanya dalam waktu sekitar dua puluh tahun, pengalaman sehari-hari kita terhadap teknologi tumbuh dengan pesat sehingga komputer, ponsel pintar, media sosial, dan email adalah bagian-bagian standar dari rutinitas kita sehari-hari. Hidup menjadi lebih cepat karena hal-hal tersebut, tetapi kecepatan itu punya kelemahan. Sebagai contoh, kita bisa menggunakan banyak teknologi dalam kehidupan sehari-hari untuk mempersingkat waktu, tetapi kita jarang bertanya kepada diri kita sendiri -- mempersingkat waktu untuk apa? Apakah supaya kita bisa menebus waktu kita dengan cara tertentu bagi kemuliaan Allah (Ef. 5:15), atau supaya kita bisa membuang-buang waktu tersebut secara lebih kreatif? Tetap saja, saya menduga bahwa banyak dari teknologi penghemat waktu yang kita punya hanya menjadikan kita semakin sibuk, terkadang sampai merugikan kehidupan rohani kita.
Tidaklah melebih-lebihkan jika kita mengatakan bahwa media sosial telah menjadi gangguan budaya dari kehidupan nyata, bahkan menjadi suatu obsesi. Jarang sekali kita pergi ke mana pun dan tidak melihat seseorang dengan marah-marah berbicara dengan jempolnya, atau "Facebook-an" dalam waktu luang apa pun. Tetap terhubung menjadi jauh lebih mudah daripada sebelumnya, dan hal itu merupakan suatu berkat, tetapi apakah menggunakan media sosial menjadikan kita semakin sosial atau kurang sosial? Apakah media sosial menjadikan hubungan-hubungan kita semakin mendalam atau lebih berarti? Menghabiskan berjam-jam di media sosial adalah pertanda pasti bahwa alat yang berguna telah berubah menjadi tuan yang mengganggu. Dalam terang semua teknologi komunikasi modern ini, kritik Henry David Thoreau pada abad ke-19 tentang kantor pos membawa senyum pada wajah saya: "Bagi saya, saya bisa dengan mudah hidup tanpa kantor pos. Saya kira ada sedikit sekali komunikasi penting yang dilakukan melaluinya. Saya tidak pernah menerima lebih dari satu atau dua surat dalam hidup saya yang senilai dengan ongkos kirimnya." Orang pasti bertanya-tanya, berapa banyak dari tujuh triliun pesan teks yang dikirim tahun lalu saja yang "senilai dengan ongkos kirimnya". Kitab Amsal punya pendapat tentang "banyak bicara", dan itu tidaklah baik (Ams. 10:19).
Bagaimanapun, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh seorang Kristen di dalam dunia modern adalah untuk berpikir jelas tentang penggunaan mereka terhadap teknologi. Apakah teknologi menolong Anda mencapai tujuan-tujuan yang baik dalam panggilan surgawi dan pelayanan Anda kepada Kristus, ataukah ia adalah jalan bagi gangguan dan godaan? Akankah Yesus melihat dan berkata, "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia"?
Kata "teknologi" menyulap gambaran-gambaran tentang sesuatu yang kompleks dan rumit; hidup kita merefleksikan gambaran yang sama pada era teknologi ini. Namun, Alkitab, yang tenggelam dalam kesederhanaan dari zaman yang lain, mengingatkan kita bahwa iman yang hidup bergantung pada sesuatu yang kekal dan sederhana, yaitu kasih karunia Allah yang hidup. Bapa-bapa iman kita -- para gembala, petani, dan nelayan -- mengingatkan kita bahwa hidup yang taat tidak perlu menjadi hidup yang rumit. Bersama-sama dengan mereka, kita masih bersukacita dalam janji itu, dan menanti hari ketika kita akan menempa pedang-pedang kita menjadi mata-mata bajak. Sampai waktu itu tiba, adalah hal yang baik untuk merangkul pesan Injil dalam segala kesederhanaannya yang mulia, dan menjalani hidup kita seturut dengannya. (t/Odysius)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | CHALLIES |
Alamat situs | : | https://www.challies.com/ |
Judul renungan | : | Technology and the Christian Life |
Penulis artikel | : | Tim Challies |
Tanggal akses | : | 18 Desember 2017 |