Mengabarkan Injil di era digital membutuhkan alat teknologi dan cara penyampaian yang tepat supaya firman Tuhan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat zaman ini. Hal itulah yang ditekankan oleh Bapak Michael Sanders ketika tim Apps4God mewawancarai beliau mengenai peran teknologi dalam dunia pelayanan. Pak Michael adalah seorang hamba Tuhan yang memiliki panggilan pelayanan di bidang anak dan beliau giat sekali melibatkan teknologi dalam pelayanan-pelayanan yang ia lakukan. Dalam dua bulan terakhir, beliau memberikan pelatihan teknologi di GKA Abdi SABDA Solo, yaitu pelatihan untuk membuat animasi dengan software Microsoft Power Point. Selain jemaat gereja tersebut, ada juga peserta dari gereja lain, termasuk beberapa staf YLSA. Ingin tahu bagaimana pengalaman beliau melayani jemaat dengan menggunakan teknologi? Lalu, bagaimana respons gereja dan jemaat terhadap teknologi yang digunakan dalam pelayanan? Simak hasil wawancara kami dengan beliau berikut ini.
1. Apps4God (A4G): Sejauh yang kami ketahui, Pak Michael tidak memiliki latar belakang sekolah informatika. Mengapa Bapak menaruh minat khusus pada penggunaan teknologi untuk pelayanan? Apa yang menjadi faktor pendorongnya?
Ya, selama ini, saya belajar menggunakan teknologi yang saya pakai untuk pelayanan secara autodidak. Awalnya, saya ingin mendesain bahan ajar karena saya terlibat dalam pelayanan sekolah minggu. Namun, ketika saya ingin membuat film, publikasi, dan video, saya mendapat kesulitan untuk meminta bantuan dari teman-teman desain. Mereka sibuk, apalagi di kota besar seperti Jakarta. Akhirnya, saya belajar sendiri menggunakan software-software desain. Alasannya, saya melihat bahwa perkembangan teknologi luar biasa, dan anak-anak zaman sekarang, dari usia kecil sudah mengerti teknologi. Saya juga mengamati dalam sekolah minggu, guru-guru hanya mengajar menggunakan satu gambar. Bahkan, sering kali tidak menggunakan alat sama sekali dan hanya bercerita. Apa yang terjadi? Anak-anak bosan mendengarkan, bermain sendiri, mengganggu temannya, dan guru-guru harus berteriak. Melihat itu, saya memikirkan bagaimana supaya cerita sekolah minggu bisa lebih menarik. Akhirnya, saya mencoba mempelajari pembuatan animasi menggunakan Power Point, dan ternyata anak-anak tertarik dengan cerita yang didukung animasi.
2. A4G: Dari pengalaman pribadi, kiat-kiat apa yang Bapak sarankan agar pelayan Tuhan/aktivis gereja bisa memakai semua teknologi yang dibutuhkan dengan baik?
Yang pasti, pelayan Tuhan perlu mempelajari dan mengikuti perkembangan teknologi. Karena mau tidak mau, jemaat, orang-orang yang akan kita injili, sudah hidup di tengah teknologi yang ada. Teknologi berkembang luar biasa dan mereka menggunakan itu. Kalau kita tidak menggunakan teknologi, kemungkinan mereka tidak mau mendengarkan kita. Hamba-hamba Tuhan harus melihat seperti apa teknologi yang tren saat ini, dan bagaimana teknologi itu bisa digunakan untuk menyampaikan firman Tuhan. Kadang, orang berpikir teknologi itu bisa membuat orang jauh dari Tuhan. Bagi saya, teknologi itu netral, tergantung bagaimana cara kita melihat dan menggunakannya. Jadi, yang pertama, paradigmanya harus diubah dulu bahwa teknologi itu netral. Kedua, mari melihat perkembangan zaman saat ini, teknologi apa yang orang-orang gunakan. Ketiga, mari kita coba pikirkan bagaimana supaya teknologi yang netral itu, yang digunakan oleh banyak orang, bisa kita gunakan untuk menyampaikan kebenaran firman Tuhan.
3. A4G: Di tengah kemajuan teknologi saat ini dan munculnya generasi digital, apakah gereja perlu mengubah cara melayani jemaat atau cara memberitakan firman Tuhan?
Saya rasa tidak perlu gereja mengubah kebiasaan atau tradisinya dalam penyampaian firman karena setiap gereja pasti punya tradisi masing-masing. Tidak perlu, misalkan, ibadah ditiadakan dan semua jemaat menonton khotbah lewat YouTube. Ada beberapa hal saja yang perlu disesuaikan. Ambil contoh, pemuda-remaja. Pemuda-remaja itu kalau diajak diskusi (dalam persekutuan-persekutuan, - Red.), mereka diam. Akan tetapi, begitu materi diskusi di-share di media sosial, mereka sangat aktif merespons. Dan, dari situ muncul diskusi secara langsung dengan rekan-rekan atau pemimpin persekutuan mereka. Untuk ibadah umum, pemberitaan firman Tuhan bisa direkam, kemudian di-share ke situs YouTube sehingga bisa ditonton oleh banyak orang dan menjadi berkat.
4. A4G: Apakah penggunaan teknologi digital (PPT, audio, dan video) dalam khotbah sudah dapat diterima dengan baik oleh jemaat pada umumnya?
Selama ini, mereka bisa menerima. Akan tetapi, yang jelas cara penyampaiannya memang berbeda. Anak-anak lebih suka materi dengan gambar yang lucu-lucu, sedangkan generasi yang lebih tua masih lebih suka membaca. Oleh karena itu, untuk generasi tua, saya membuat animasi dengan tulisan, bukan gambar. Jadi, yang penting kemasannya harus diperhatikan. Jangan sampai orang beranggapan, "Eh, ini 'kan materi buat anak-anak? Kenapa buat saya?"
5. A4G: Bagaimana dengan pendapat bahwa teknologi mengganggu kekhusyukan ibadah?
Secara pribadi, saya setuju. Saat ibadah, teknologi seperti smartphone bisa mengganggu. Kalau misal dikatakan, "Lho, di situ 'kan ada aplikasi Alkitab?" Betul, melalui aplikasi Alkitab, kita bisa membuka Alkitab digital atau mencari referensi bahan-bahan rohani lainnya, tetapi masalahnya adalah pada waktu itu kita sedang mendengarkan pengkhotbah. Kita bukan sedang melakukan PA (Pemahaman Alkitab - Red.) atau "self study". Saat itu, kita beribadah kepada Tuhan dan kita mau mendengar suara Tuhan yang disampaikan melalui pemberita Firman. Kalau ada anggapan, "Wah, nggak bisa nih, lebih mudah membaca Alkitab menggunakan smartphone." Ya sudah, berani tidak semua smartphone di-airplane-mode? Kita gunakan aplikasi Alkitabnya saja.
6. A4G: Apakah ada contoh hamba-hamba Tuhan yang sudah mengintegrasikan pelayanannya dengan ketersediaan teknologi digital saat ini? Bagaimana hasilnya, adakah contoh-contoh konkretnya?
Kebetulan, saya bergerak dalam dunia pelayanan anak. Pada umumnya, hamba Tuhan yang terlibat dalam pelayanan di dunia anak dan remaja, pasti menggunakan teknologi. Jika tidak, mereka tidak bisa mendapatkan perhatian dari anak-anak atau remaja. Kalau untuk jemaat umum, teknologi yang digunakan biasanya sebatas Power Point atau video. Akan tetapi, secara umum, penggunaan teknologi bisa diterima oleh jemaat, asalkan kontennya benar dan sesuai dengan kebenaran Alkitab.
7. A4G: Menurut Bapak, apakah kebanyakan gereja masih menolak penggunaan Alkitab digital dibandingkan Alkitab cetak di dalam ibadah? Mengapa? Apa yang seharusnya dilakukan gereja jika banyak jemaat tidak lagi membawa Alkitab cetak?
Saya rasa tidak (menolak penggunaan Alkitab digital - Red.) karena cukup banyak pengkhotbah yang saya lihat sekarang sudah jarang membuka Alkitab (cetak -- Red.). Mereka membuka Alkitab dari tablet atau iPad mereka. Jadi, sebetulnya gereja sudah menerima, hanya saja selalu diingatkan supaya jemaat tidak membuka hal-hal yang lain selama ibadah, seperti FB dan Twitter, yang dapat mengganggu konsentrasi dan proses berjalannya ibadah.
8. A4G: Teknologi bisa membantu pelayanan, tetapi di sisi lain memunculkan banyak distraksi yang dapat mengalihkan jemaat dari kehidupan bergereja dan berkomunitas di dunia nyata. Menurut Bapak, bagaimana gereja dan jemaat harus menyikapi efek samping dari teknologi ini?
Kalau untuk jemaat, semua kembali ke pribadi masing-masing ya. Jemaat harus bisa disiplin dan menghindarkan pencobaan-pencobaan bagi diri mereka sendiri dalam hal menggunakan teknologi. Sementara itu, dari pihak gereja sebenarnya sudah mengadakan seminar-seminar kecil tentang dampak negatif teknologi. Hanya saja, memang masih terpusat pada dampak negatifnya. Selain itu, frekuensinya masih sangat kurang. Mengapa demikian? Karena masalah teknologi belum dianggap sebagai sesuatu yang urgen, apalagi untuk menjadi materi khotbah tersendiri. Ke depannya, gereja perlu membahas lebih banyak lagi tentang isu teknologi, dan bukan sebatas dampak negatifnya saja, tetapi apa kegunaannya dalam mendukung pelayanan.