[Apakah Anda pernah berpikir apologetika abad ke-21 harusnya seperti apa?]
Pada zaman "fakta-fakta alternatif" dan "hoaks" ini, ketika banyak orang percaya bahwa satu "kebenaran" sama bagusnya dengan kebenaran yang lain, akan lebih sulit dan makin sulit untuk secara empiris memperdebatkan iman Kristen.
Bahkan, jika ada video YouTube tentang batu yang berguling dan Yesus berjalan keluar dari kubur, orang-orang skeptis masih akan berkata, "Ya? Terus, kenapa?"
Jadi, ketika akan meyakinkan generasi Z tentang kebenaran Kristen, "membuktikannya" saja tidak akan cukup. Meskipun bermanfaat, apologetika tradisional yang mengandalkan logika dan alasan mungkin tidak akan sama efektifnya terhadap anak muda masa kini dibandingkan terhadap generasi sebelumnya.
Namun, apologetika dari suatu cerita adalah hal yang hidup, sebab generasi Z suka dengan pengalaman langsung. Mereka ingin melihat dan mengetahui pengalaman Anda, lalu mengalaminya sendiri. Jika Allah itu nyata, jangan coba untuk membuktikan atau mendebat saya untuk memercayai hal itu. Perlihatkan kepada saya!
Ceritakan kisah Anda: Inilah saya sebelum saya bertemu Yesus, dan inilah saya sejak saat itu. Jika Anda pernah mengalami pertemuan yang mengubah hidup dengan Kristus, itu adalah contoh utama untuk generasi Z.
"Kita harus menunjukkan kepada mereka bahwa masih ada lebih banyak lagi, bahwa kita memiliki kehidupan dalam Kristus, bahwa itu lebih baik daripada apa pun yang mungkin mereka miliki," kata Josh Branum, pendeta keluarga di Faithbridge Church di Jacksonville, Florida. "Bagi generasi Z, ada pencarian terhadap sesuatu yang autentik, untuk menemukan sesuatu yang nyata."
"Ini adalah apologetika hidup," tambah Rick Eubanks, pelayan siswa di Oak Grove Baptist Church di Burleson, Texas. "Apologetika terbaik saya hari ini adalah mendengarkan kisah mereka, lalu membagikan kisah saya. Itu bentuk apologetika yang tidak bisa mereka hindari."
Dua bentuk apologetika lain yang lebih vital yang beresonansi dengan generasi Z adalah hal yang bersifat rohani dan sains. James Emery White menjelajahi kedua area itu dalam acara Meet Generation Z: Understanding and Reaching the New Post-Christian World.
Meskipun generasi Z mencari hal-hal yang bersifat rohani, mereka juga "buta huruf secara rohani", seperti yang dijelaskan oleh White. "Mereka tidak tahu apa yang dikatakan Alkitab. Mereka tidak tahu dasar-dasar kepercayaan atau teologi Kristen. Mereka tidak tahu apa arti salib itu. Namun, buta huruf kerohanian mereka lebih dalam dari itu. Mereka lebih dari sekadar generasi yang berasal dari era pasca-Kristen (Post-Christian). Mereka bahkan tidak punya ingatan apa pun akan Injil."
"Akibatnya, ada kekosongan rohani yang mendalam. Mereka tidak pernah bertemu dengan Allah. Namun, mereka tidak bisa tidak menjadi orang yang rohani. Itulah tanda yang menentukan apa artinya menjadi manusia."
White mengatakan bahwa generasi Z berusaha mengisi kekosongan ini dengan semua hal yang bersifat rohani, bahkan dengan hal-hal yang salah. Mereka mungkin percaya pada horoskop, peramal, atau sihir.
Jika mereka percaya pada hal-hal supernatural, itu tentu saja merupakan pintu yang terbuka -- ukan hanya untuk menjangkau generasi Z yang tidak beragama di dunia Anda, tetapi bahkan untuk menjelaskan teologi Kristen ortodoks kepada anak-anak yang sering datang di gereja Anda.
Jadi, pertimbangkan untuk merencanakan seri pelajaran sehubungan dengan supernatural; mereka akan punya banyak pertanyaan, dan Anda, yang bekerja dengan pimpinan Kitab Suci dan Roh Kudus, dapat memberikan jawabannya.
Pintu terbuka besar lainnya adalah minat mereka pada sains -- atau, paling tidak, dunia yang natural. Sebuah studi tahun 2014 oleh Pew Research Center menemukan bahwa 80 persen orang dewasa muda -- sebuah kelompok yang mencakup anggota tertua dari Generasi Z -- memiliki "rasa penasaran mendalam tentang alam semesta".
Sebuah studi LifeWay Research 2015 menemukan lebih dari 4 orang (dari 10 orang) Amerika yang tidak religius percaya bahwa fisika dan kemanusiaan menunjuk pada seorang pencipta. Dua pertiga orang dewasa muda dalam penelitian itu setuju dengan pernyataan, "Karena alam semesta memiliki tatanan, saya kira pasti ada seorang pencipta yang mendesainnya."
"Saya mendapati bahwa membahas hal-hal mengagumkan dan keajaiban-keajaiban alam semesta, yang secara terbuka mengangkat banyak pertanyaan seputar alam semesta, lalu mengemukakan keberadaan Allah, adalah salah satu pendekatan apologetika/prapenginjilan yang paling berharga yang dapat ditempuh," tulis White.
"Keberadaan kehidupan manusia, kompleksitas alam semesta, bahkan titik awal Big Bang, beresonansi secara mendalam dengan orang-orang yang belum percaya dan memberikan banyak kesempatan untuk menyajikan kasus yang koheren dan meyakinkan tentang Allah."
Ditambah lagi, seperti halnya dengan "kerohanian", pendekatan kedahsyatan penciptaan ini bekerja baik dengan orang Kristen maupun non-Kristen. Orang-orang percaya akan lebih terpesona oleh Allah yang telah mereka kenal, dan orang-orang yang tidak percaya mungkin akan datang untuk bertemu dengan-Nya untuk pertama kali. (t/Davida)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Facts & Trends |
URL | : | https://factsandtrends.net/2017/10/13/redefining-apologetics-for-a-new-generation/ |
Judul asli artikel | : | Redefining Apologetics for a New Generation |
Penulis artikel | : | Mark Moring |
Tanggal akses | : | 18 Juni 2019 |