Apps4God

Submitted by admin on Tue, 10/15/2024 - 10:52

Film Inception karya Christopher Nolan pada tahun 2010 merupakan gambaran yang brilian, tetapi seringkali tidak nyaman, mengenai dunia masa depan ketika teknologi canggih membuka kemampuan manusia untuk melarikan diri dari kenyataan. Melalui perangkat fiksi "berbagi mimpi", tokoh-tokoh dalam Inception dapat menciptakan, memanipulasi, bahkan menyerang mimpi orang lain. Pada satu titik, para pahlawan dalam film ini mengunjungi seorang ilmuwan yang memiliki keahlian untuk membuat obat penenang yang memungkinkan berbagi mimpi yang lebih kuat dan lebih hidup. Setelah melihat puluhan orang di ruang bawah tanah sang ilmuwan yang tidur di perangkat berbagi mimpi, salah satu tokoh bertanya, "Orang-orang ini datang ke sini untuk tertidur?" Ilmuwan itu menjawab, "Mereka datang ke sini untuk bangun. Mimpi telah menjadi kenyataan bagi mereka."

Para penulis Inception menggunakan konteks fiksi ilmiah untuk membuat pengamatan yang mendalam tentang sifat manusia. Jika kita bisa, kita akan cenderung menggunakan teknologi untuk menjauhkan dunia yang telah Allah berikan kepada kita, dan melarikan diri ke realitas alternatif yang sesuai dengan kita. Meskipun berbagi mimpi adalah hal yang bersifat fantasi, memang ada teknologi canggih yang memberikan kemampuan seperti dewa untuk menciptakan dan menghuni alam semesta kita sendiri. Bahkan, sekarang ini salah satu dari teknologi tersebut mungkin ada di tangan atau saku Anda.

Internet, smartphone, dan media sosial secara bersama-sama membentuk sebuah revolusi budaya. Bagi ratusan juta orang, ketiganya merupakan titik utama interaksi dengan dunia. Kita sekarang bekerja, belajar, mendengarkan, berdebat, berekreasi, bahkan beribadah melalui Internet. Mengingat kebaruan yang radikal dan dampak yang sangat besar dari teknologi ini pada hampir setiap aspek kehidupan kita, tidakkah kita harus secara teratur mengajukan pertanyaan seperti, media macam apa ini? Apakah ada sesuatu di sini yang mungkin mempengaruhi saya pada tingkat yang hampir tidak terdeteksi?

Bahkan, jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini bisa membuat kita tertekan.

Dunia Impian Digital Kita

Pada tahun yang sama ketika Christopher Nolan membuat fiksi tentang dunia pelarian ke dalam mimpi, kritikus budaya Nicholas Carr menerbitkan manifesto The Shallows: What the Internet Is Doing to Our Brains [Apa yang Dilakukan Internet terhadap Otak Kita]. Tesis Carr sangat sederhana, tetapi memiliki implikasi yang menakjubkan: Internet adalah teknologi intelektual yang secara radikal mengubah cara kita berpikir, membaca, dan berkomunikasi. Carr menyatakan bahwa, ketika banyak teknologi (seperti bajak atau mikroskop) "memperluas kekuatan fisik kita" ke dunia luar, teknologi intelektual -- seperti jam, peta, atau Internet -- secara langsung membentuk ulang cara kita berpikir. Oleh karena itu, teknologi intelektual membuat perubahan yang lebih dalam dan lebih permanen pada apa yang kita yakini dan hargai. Carr menulis demikian,

"Setiap teknologi intelektual ... mewujudkan etika intelektual, seperangkat asumsi tentang bagaimana pikiran manusia bekerja atau seharusnya bekerja ... Etika intelektual adalah pesan yang ditransmisikan oleh sebuah media atau alat lain ke dalam pikiran dan budaya penggunanya. (The Shallows, hlm. 45-46)

Seperti yang ditunjukkan oleh Carr, Internet mengekspresikan etika intelektualnya dengan cara-cara yang pasti. Membaca buku fisik melatih otak manusia dalam keterampilan untuk tenang dan fokus, tetapi penggunaan hiperteks dan distraksi di Internet melatih kita dalam perilaku membaca sekilas, pemahaman yang dangkal, serta interpretasi yang tipis dan impresionistik. Di dunia maya, sangat sulit untuk mengikuti satu alur pemikiran secara mendalam, atau hadir untuk satu pengalaman atau momen tertentu, karena struktur Internet menekankan kebaruan tanpa henti dan masukan yang beragam (menciptakan apa yang disebut Carr sebagai "otak pesulap").

Analisis Carr masuk akal untuk memahami masalah yang dialami oleh banyak dari kita. Kita merasa bahwa ponsel, aplikasi, dan penjelajahan kita bagaimanapun membajak kemampuan kita untuk membaca buku lebih dari beberapa menit setiap kali. Kita merasakan berkurangnya kemampuan kita untuk kehilangan diri kita sendiri bahkan pada saat-saat yang benar-benar menyenangkan. Kita dapat mendeteksi adanya sisi yang lebih marah dan lebih defensif pada banyak percakapan bahkan di dalam gereja, karena orang-orang semakin sering berbicara satu sama lain dan mundur ke dalam kelompok-kelompok kecil yang saling bersaing untuk memperkuat pendapat mereka. Namun, kita sering kali tidak dapat menyebutkan masalah ini, dan sebagai akibatnya, kita terlalu sering berada dalam kekacauan, rasa bersalah, dan frustrasi.

Sayangnya, pendekatan orang Kristen terhadap dilema ini sering kali hanya menggunakan pendekatan yang bersifat umum. Seperti pasangan remaja yang hanya ingin tahu seberapa jauh batasnya, orang-orang percaya yang tenggelam dalam dunia Internet sering kali hanya menginginkan hal yang paling minimal yang terlihat "menyeimbangkan" waktu di depan layar dengan waktu teduh pribadi atau kebaktian mingguan di hari Minggu. Namun, ini tidaklah cukup. Tantangan yang ada di hadapan kita bukanlah mencari cara untuk menyuntikkan sedikit Yesus ke dalam dunia mimpi digital kita. Tantangannya adalah membangunkan kita.

Panggilan (untuk) Bangun oleh Hikmat

Kitab Amsal menawarkan sebuah peringatan yang sangat menarik:

Bukankah hikmat berseru-seru,
dan pengertian mengangkat suaranya?
Di atas tempat-tempat tinggi di tepi-tepi jalan,
di persimpangan-persimpangan jalan, di sanalah ia berdiri.
Di samping gerbang-gerbang di depan kota,
di pintu-pintu masuk, ia berseru-seru.
"Kepadamu, hai semua manusia, aku memanggil,
dan suaraku kepada anak-anak manusia.
Hai orang-orang naif, pahamilah kecerdasan;
Hai orang-orang bodoh, pahamilah akal budi." (Amsal 8:1-5, AYT)

Meskipun mungkin kita tergoda untuk berpikir bahwa etika intelektual dari Internet sangat jauh dari pengalaman para penulis Alkitab sehingga mereka tidak menawarkan apa pun untuk membimbing kita, tetapi hal ini merupakan kesalahan besar. Lady Wisdom/Wanita Bijak memanggil orang-orang yang terlelap di dunia digital, dan mengundang mereka untuk berpesta di rumahnya. Ini adalah undangan yang kita butuhkan, karena hikmat itulah yang tidak dimiliki oleh zaman kita yang dipenuhi layar ini. Hikmat, bagaimanapun juga, tidak lain adalah kebiasaan hidup sesuai dengan apa yang nyata. Allah yang benar-benar ada dan dunia yang benar-benar diciptakan-Nya mengharuskan kita, seperti yang dikatakan oleh beberapa teolog, untuk "hidup sesuai dengan kenyataan", bukan menentangnya. Meskipun hidup dengan bijak memiliki banyak aspek yang berbeda, setiap kata atau tindakan yang bijak memiliki kesamaan ini: resonansi yang mendalam dengan realitas yang berpusat pada Allah.

Hubungan antara hikmat dan dunia fisik yang nyata terlihat jelas dalam Amsal 3:19-20:

Dengan hikmat, TUHAN meletakkan dasar bumi;
dengan pengertian, Dia menetapkan langit;
dengan pengetahuan-Nya, samudra raya terbelah,
dan awan-awan meneteskan embun. (Amsal 3:19-20, AYT)

Dan dalam Amsal 8:27-31, Sang Hikmat dengan indahnya menyanyikan tentang bagaimana hasil karya-Nya terukir secara permanen pada ciptaan:

Ketika Dia mendirikan langit, aku ada di sana;
ketika Dia menggaris kaki langit di atas permukaan samudra,
ketika Dia menetapkan awan-awan di atas,
ketika Dia menderaskan pancuran mata air samudra,
ketika Dia menetapkan batas-batas kepada lautan
Supaya air jangan melanggar titah-Nya,
Dan ketika Dia menentukan dasar-dasar bumi,
Aku ada di sisi-Nya, seperti seorang kepala pekerja,
dan hari demi hari, aku menjadi kesenangan-Nya,
senantiasa bersukaria di hadapan-Nya,
Bersenang-senang di atas dunia, bumi-Nya
dan bersukacita bersama anak-anak manusia. (Amsal 8:27-31, AYT)

Hikmat bukanlah sekadar sekumpulan kutipan yang bermanfaat atau kata-kata bijak yang mudah diingat. Hikmat adalah "kepala para pekerja" yang melaluinya seluruh alam semesta (yang nyata!) telah dilahirkan. Hikmat menemukan kegembiraan dalam firman yang dihuni Sang Pencipta dan dalam diri manusia yang merefleksikan kemuliaan Sang Pencipta di seluruh alam semesta. Dengan kata lain, hikmat sangat sadar akan keajaiban dunia dan manusia yang telah Allah ciptakan.

Meskipun hidup dengan bijak memiliki banyak aspek yang berbeda, setiap kata atau tindakan yang bijak memiliki kesamaan ini: resonansi yang mendalam dengan realitas yang berpusat pada Allah.

Facebook Twitter WhatsApp Telegram

Dalam menerapkan wawasan Carr tentang "etika intelektual" dari Internet ke dalam ajaran Alkitab tentang hikmat, saya akan menyebut karakter teknologi Internet yang tidak berwujud sebagai seperangkat "liturgi digital". Seperti sebuah kebaktian di gereja, Internet adalah sebuah habitat rohani yang bekerja di dalam pikiran dan hati kita untuk membuat kita berpikir, merasa, dan percaya dengan cara-cara tertentu. Mengapa begitu sulit untuk berpikir dengan baik? Karena liturgi digital yang penuh dengan gangguan dan kebaruan melumpuhkan kemampuan kita untuk memahami kebenaran yang besar dan tidak dapat diunggah ke Instagram. Mengapa begitu mudah untuk merasa lebih menyatu dengan kepribadian online daripada berinteraksi dengan orang-orang di rumah atau gereja kita secara fisik? Karena liturgi digital dari identitas yang dibuat khusus dan 'timeline' media sosial yang telah dikurasi memberi tahu kita bahwa kita seharusnya bisa menjadi apa pun yang kita pilih. Tenggelam dalam narasi teknologi ini, standar kita adalah membuat mimpi menjadi kenyataan.

Jalur Perlawanan

Bagaimana kita, melalui hikmat, dapat menolak hal ini? Pertama, kita bisa menyusun hidup kita dengan sengaja untuk lebih memilih orang-orang, pengalaman, dan hal-hal yang nyata secara fisik. Kebiasaan renungan pagi mungkin terlihat kuno, tetapi ini adalah kebiasaan yang diwariskan oleh orang-orang kudus yang telah mengalami kuasanya. Dalam dunia yang penuh dengan kesementaraan, Allah telah memberi kita firman yang kekal untuk menambatkan, menginsafkan, dan menghibur kita.

Kita juga bisa dengan sengaja melepaskan hubungan kita dari penjara digital. Panggilan telepon atau kencan makan siang akan menghubungkan kita satu sama lain, lebih dari sekadar pesan instan atau dengan "Like" di postingan seseorang. Sebuah buku yang bagus atau hobi di dunia nyata akan menyegarkan kita setelah seharian berada di depan layar jauh lebih bermakna dari sekadar menonton streaming atau men-scrolling gawai kita selama berjam-jam. Keluar rumah, tanpa bermaksud memanfaatkan pengalaman tersebut untuk mendapatkan pujian di media sosial, akan menempatkan kita pada jalan hikmat dengan mengingatkan kita bahwa dunia Allah jauh lebih besar daripada isi kepala kita.

Kedua, kita dapat secara aktif memupuk kebiasaan berpikir mendalam dan berbicara dengan cara yang baik yang terkikis oleh Internet. Sebelum judul berita terbaru atau kontroversi teologis membuat Anda membuka Google, mencari bacaan cepat yang dapat Anda gunakan untuk ikut serta dalam debat kusir, pertimbangkanlah untuk meluangkan waktu beberapa minggu guna membaca sebuah buku atau esai tebal yang benar-benar akan mencerahkan Anda. Tahanlah godaan untuk mencari kekaguman dengan menjadi kritikus online yang tercepat, terpandai, atau paling sarkastik. Sebaliknya, arahkan keinginan itu pada upaya untuk mencapai pemahaman yang dituntut oleh Kristologi Yohanes yang luhur atau teologi Paulus yang tepat.

Terakhir, kita bisa mempertimbangkan langkah-langkah praktis untuk membuat dunia Internet tidak lagi menjadi bagian penting dalam ritme kehidupan sehari-hari kita. Dalam bukunya "The Tech-Wise Family", Andy Crouch memuji peregangan bebas teknologi secara teratur: satu jam per hari, satu hari per minggu, dan satu minggu per bulan untuk menarik diri secara sengaja dari aktivitas online yang paling imersif dan membuat ketagihan. Cal Newport menguraikan "detoksifikasi digital" yang lebih ketat dalam bukunya "Digital Minimalism" yang dapat membantu kita menemukan kembali teknologi mana yang benar-benar sesuai dengan nilai-nilai kita, dan teknologi mana yang membuat kita ketagihan. Temukan pendekatan yang sesuai dengan masa kehidupan Anda dan keluarga Anda, dan pendekatan yang akan membantu Anda lebih condong kepada hikmat Allah daripada kepada kesemuan dunia Internet. (t/Jing-jing)

Diterjemahkan dari:
Nama situs : Desiring God
Alamat situs : https://desiringgod.org/articles/the-power-of-intellectual-technologies
Judul asli artikel : The Power of ‘Intellectual Technologies’
Penulis artikel : Samuel James