Apps4God

Submitted by admin on Fri, 06/10/2016 - 12:00

1. Jangan mencegah penggunaan teknologi di dalam ibadah.
2. Bawa gereja Anda ke media sosial.
3. Mulailah sebuah blog untuk gereja.
4. Dorong penggunaan teknologi untuk menumbuhkan kerohanian.
5. Ajarkan gereja Anda untuk menggunakan teknologi dengan bijak.

Dalam sebuah artikel pada tahun 2001 (saya baru berusia 11 tahun, untuk perspektif), Marc Prensky, seorang pemimpin pemikiran dalam dunia teknologi pendidikan, mencetuskan istilah "Digital Native" (generasi digital - Red.) untuk mendeskripsikan orang-orang muda yang tidak mengenal dunia tanpa video game, komputer, Internet, dan masih banyak lagi. Anda adalah seorang Digital Native apabila Anda lahir setelah tahun 1980 -- Jadi, itu juga termasuk seluruh generasi Millenial dan setiap generasi yang datang setelahnya.

Sebagai contoh, saya lahir pada tahun 1990, dan saya sedang duduk di pangkuan ayah saya sembari beliau bekerja dengan komputernya dari rumah untuk perusahaan IBM pada tahun 1993.Saya tidak mengenal dunia tanpa video game. Saya telah memiliki sebuah ponsel pada tahun pertama saya di SMA, dan saya bahkan mendapatkan punya saya itu lebih telat bila dibandingkan dengan banyak teman saya.

Prensky, yang terutama menaruh perhatian pada hal-hal yang melaluinya sistem pendidikan abad ke-21 tidak diperlengkapi untuk mendidik siswa-siswa abad ke-21, menulis, "Siswa kita telah berubah secara radikal. Siswa pada masa kini bukan lagi orang-orang yang kepadanya sistem pendidikan kita didesain untuk mendidik mereka."

Tim Challies, dalam karya seminalnya tentang keterlibatan teknologi Kristen, The Next Story (Kisah Selanjutnya - Red.), menulis tentang Digital Native:

Bagi Anda, barangkali tidak ada pembedaan yang besar atau penting antara hidup secara daring (online) dan luring (offline). Identitas Anda di alam digital dan identitas Anda di alam darah dan daging adalah sama. Anda barangkali memiliki representasi yang berbeda terhadap identitas tersebut, tetapi Anda hanya membuat sedikit pembedaan di antara mereka. Anda berpindah dengan mulus antara interaksi tatap muka dan interaksi digital melalui perpesanan (pengiriman pesan) atau e-mail. Bahkan, Anda mungkin lebih memilih interaksi digital, karena mendapati interaksi tatap muka sepertinya tidak alami atau malah mengintimidasi. Ponsel Anda merupakan bagian dari diri Anda, dan tanpanya Anda merasa seolah dunia sedang bergerak tanpa Anda. Anda menikmati televisi dan berselancar di web, dan khususnya menikmati melakukan dua atau tiga hal ini secara bersamaan. Anda bisa bolak-balik beralih antara hal-hal itu semudah Anda mengganti kaus kaki Anda.

Pertanyaan yang seharusnya ditanyakan oleh para pemimpin gereja terkait dengan orang-orang Digital Native adalah, "Apakah gereja kita telah diperlengkapi untuk secara sengaja mengikutsertakan Digital Native?" Injil selalu adalah pesan dari gereja lokal, tetapi metode yang kita gunakan untuk mengomunikasikan pesan ini terus berganti seiring berjalannya waktu.

Apakah anggota-anggota gereja pada masa kini adalah orang-orang yang kepadanya gereja-gereja kita didesain untuk menggembalakan mereka? Di antara banyak gereja, mereka bukanlah orang-orang semacam itu. Berikut ini adalah lima cara yang bisa Anda pikirkan tentang para Digital Native sembari Anda memimpin gereja Anda:

1. Jangan mencegah penggunaan teknologi di dalam ibadah.

Jelas sekali, ada sebuah garis, bukan? Kita tidak menginginkan orang-orang menonton awal pertandingan bola (melalui ponsel/tablet mereka) sewaktu berada di dalam ruang ibadah. Akan tetapi, pada saat yang sama, pendeta-pendeta dan pemimpin-pemimpin gereja perlu bersikap sopan terhadap mereka yang membaca Alkitab mereka, menulis catatan, atau menggunakan ponsel mereka secara bijak selama pelayanan ibadah.

Orang-orang Digital Native sedang memenuhi gereja-gereja Anda. Atau sebaliknya, barangkali permasalahan yang lebih besar adalah bahwa mereka tidak sedang melakukannya.

Pertimbangkan untuk meminta jemaat Anda mengirimkan pesan teks yang berisi pertanyaan-pertanyaan sembari Anda menyampaikan khotbah tentang isu-isu yang sulit atau kontroversial. Apa pun yang sesuai untuk gereja Anda, lakukanlah itu. Yang saya minta hanyalah supaya Anda tidak mempermalukan orang-orang yang menggunakan ponsel mereka, tablet, atau perangkat teknologi yang lain di gereja. Kebanyakan dari mereka tidak ada di Facebook.

2. Bawa gereja Anda ke media sosial.

Saya adalah seorang profesional media sosial, istilah yang kadang-kadang masih agak menakutkan untuk diucapkan, tetapi itu benar. Saya bekerja dengan media sosial setiap hari dalam pekerjaan saya yang sebenarnya, dan saya telah menulis banyak tentang itu di blog ini, ini, dan ini, secara spesifik. Gereja Anda perlu berada di media sosial dalam bentuk tertentu. Facebook, Twitter, Instagram, dan lebih banyak lagi: pakai semuanya itu.

Hal ini bisa sangat membuat kewalahan, khususnya apabila Anda benar-benar baru terhadap konsep itu. Jika Anda tidak merasa yakin di mana harus memulai dan media sosial terasa begitu berlebihan, blog milik Darrel Girardier adalah tempat yang baik untuk memulai.

3. Mulailah sebuah blog untuk gereja.

Pertimbangkan untuk menulis blog untuk gereja. Atau, barangkali jika Anda tidak merasa gereja Anda memerlukannya, mungkin pendeta Anda bisa menulis blog untuk dirinya sendiri. Ketika saya mendapatkan kesempatan untuk menjadi seorang pendeta, saya akan menulis sebuah blog sebagai perpanjangan dari pelayanan saya kepada gereja saya dan komunitasnya. Fokus dari blog tersebut akan dibatasi kepada gereja saya di kota saya.

Dengan cara yang sama, barangkali Anda bisa menulis sebuah blog yang melaluinya Anda bisa memosting berita-berita terbaru seputar pelayanan gereja Anda, menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan orang-orang, atau berbagai penggunaan yang lainnya. Jangan ragu untuk mengirimkan email kepada saya atau menyapa saya di media sosial jika Anda ingin mendapatkan lebih banyak ide di sini. Saya merasa senang bisa membantu.

4. Dorong penggunaan teknologi untuk menumbuhkan kerohanian.

Di poin satu, saya menyinggung bagaimana kita tidak boleh mempermalukan orang-orang yang menggunakan ponsel mereka selama pelayanan ibadah. Kita bisa melangkah lebih jauh dan mendorong orang-orang di dalam gereja kita untuk menggunakan app-app seperti FighterVerses atau app ESV Bibble untuk mendukung kehidupan kerohanian mereka sepanjang minggu.

Beryukur atas karunia dari banyak orang, sekarang ada banyak app di luar sama yang bisa membantu Anda bertumbuh secara rohani, khususnya ketika itu berkaitan dengan disiplin rohani seperti pembacaan Alkitab harian dan hafalan ayat.

5. Ajarkan gereja Anda untuk menggunakan teknologi dengan bijak.

Yang terakhir, dan ini bukanlah poin yang kecil, gereja Anda perlu memiliki teologi teknologi. Sesungguhnya, buku terbaik yang pernah saya baca tentang hal ini adalah buku karangan Tim Challies yang saya rujuk sebelumnya, The Next Story. Di tautan di atas, saya menautkan kepada salinan buku yang lebih lama, yaitu yang saya miliki. Klik di sini untuk mendapatkan versi yang lebih baru, versi 2015 -- mungkin lebih bijak untuk mendapatkan salinan yang lebih baru mengingat tingkat laju perubahan teknologi sekarang ini.

Teknologi, seperti media sosial, adalah alat yang benar-benar netral, seperti media sosial. Itu ibarat palu, dan palu bisa digunakan untuk membangun rumah atau memukul kepala orang. Teknologi bisa menuntun Anda ke jalan yang gelap apabila Anda tidak berhati-hati, tetapi itu juga bisa memberikan manfaat yang besar bagi kerajaan Allah.

Anda sedang merugikan gereja Anda jika Anda tidak mengajarkan kepada mereka bagaimana berpikir secara teologis tentang teknologi.

Orang-orang Digital Native sedang memenuhi gereja-gereja Anda. Atau sebaliknya, barangkali permasalahan yang lebih besar adalah bahwa mereka tidak sedang melakukannya. Beritakanlah Injil, pastinya jangan mengubah hal itu, tetapi pertimbangkan bagaimana Anda bisa beradaptasi terhadap generasi Internet. (t/Odysius)

Diterjemahkan dari:
Nama situs: Millennial Evangelical
Alamat URL: http://www.millennialevangelical.com/5-ways-your-church-can-adapt-to-digital-natives/
Judul asli artikel: 5 Ways Your Church Can Adapt to "Digital Natives"
Penulis artikel: Chris Martin
Tanggal akses: 2 Juni 2016